Senin, 30 April 2012

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
 Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan  s(KLB) dengan kematian yang besar.
Di Indonesia nyamuk penular ( vector ) penyakit DBD yang penting adalah Aedes albopictus, dan Aedes scutellarios, tetapi sampai saat ini yang menjadi vector utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Penyakit DND pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate ( CFT ) = 41,3%.
Sejak itu penyakit DBD menunjukkan kecendrungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untukterjangkit penyakit DBD, kecualu daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Penyakit DBD dipengaryhi oleh kondisi lingkingan, mobi;itas penduduk, kepadatan penduduk, adanya container buatan ataupun alami ditempat pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun ditempat sampah lainnya, penyuluhan dan perilaku masyarakat.

B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa sebenarnya penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) ?
2.      Apa penyebab penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) ?
3.      Berapa lama masa inkubasinya ?
4.      Bagaimana cara penularannya ?
5.      Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangannya ?

C.      TUJUAN
1.      Agar kita dapat mengetahi bahaya penyakit demam berdarah dengue.
2.      Agar kita mengetahui penyebab dari penyakit DBD itu sendiri.
3.      Agar kita semua tahu bagaimana cara penularan penyakit demam berdarah dengue.
4.      Agar kita mengetahui cara pencegahan dan penaggulangan penyakit demam berdarah dengue.
5.      Agar kita terhindar dari penyakit demam berdarah dengue.
  

BAB II
TELAAH PUSTAKA

1.      PENGERTIAN

Ada beberapa pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD) menurut beberapa ahli, yaitu sebagai berikut :
a.       Demam berdarah dengue ( DBD ) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani,2001).
b.      Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).

2.      ETIOLOGI
DBD disebabkan oleh Gigitan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus).
Ciri – ciri nyamuk penyebar penyakit yaitu :
a.       Warna hitam dan bercak putih pada badan dan kaki
b.      Hidup dan berkembang biak didalam rumah dan sekitarnya ( bak mandi, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, pot tanaman air dll.
c.       Hinggap pada pakaian yang bergantung, kelambu dan ditempat yang gelap dan lembab
d.      Menggigit disiang hari
e.      Kemamapuan terbang kira – kira 100 meter

3.      MASA INKUBASI DAN DIAGNOSIS

a.      Masa inkubasi
Masa inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah  sebagai berikut:
1.      Demam tinggi yang mendadak 2 – 7 hari ( 38 – 40 derajat Celsius ).
2.      Pada pemeriksaan uji tomiquet, tampak adanya jentik (pupura) perdarah.
3.      Adanya perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), mimisan (Epitaksis), buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lender bercampur darah (melena) dan lain – lainnya.
4.      Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5.      Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6.      Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari 3 – 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000/mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7.      Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (Anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8.      Mengalami pendarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9.      Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10.  Munculnya bintik – bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
11.  Rasa sakit pada persendian.

Kadang-kadang gejala ringan dan dapat keliru bagi flu atau infeksi virus lainnya. Anak-anak muda dan orang-orang yang belum pernah mengalami infeksi sebelumnya, cenderung memiliki kasus lebih ringan daripada anak-anak dan orang dewasa. Namun, masalah serius juga dapat berkembang. Ini termasuk demam berdarah dengue, komplikasi langka yang ditandai dengan demam tinggi, kerusakan pembuluh getah bening dan darah, perdarahan dari hidung dan gusi, pembesaran hati, dan kegagalan sistem sirkulasi. Gejala-gejala dapat berkembang menjadi perdarahan masif, syok, dan kematian. Hal ini disebut dengue shock syndrome (DSS).
Orang dengan sistem kekebalan yang lemah, serta mereka dengan infeksi dengue kedua atau berikutnya, diyakini berisiko lebih besar untuk mengembangkan demam berdarah dengue.
b.      Diagnosis
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabakan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik (tidak jelas gejalanya). Data dibagian RSCM menunjukan pasien DBD sering menunujukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu dan tipus. Oleh karena itu dibutuhkan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue dan ketajaman pengamatan klinis.
 Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap diagnose DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
Dokter dapat mendiagnosis infeksi dengue dengan tes darah untuk memeriksa virus itu sendiri atau antibodi untuk itu. Jika Anda menjadi sakit setelah bepergian ke daerah tropis, biarkan dokter Anda tahu. Hal ini akan memungkinkan dokter untuk mengevaluasi kemungkinan bahwa gejala Anda disebabkan oleh infeksi dengue.
  
4.      CARA PENULARAN

Penyebaran penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, sehingga pada wilayah yang sudah diketahui adanya serangan penyakit DBD akan mungkin ada penderita lainnya bahkan akan dapat menyebabkan wabah yang luar biasa bagi penduduk disekitarnya.

5.      PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
a.      Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
a. Cara Memberantas Jentik  
Cara memberantas jentik dilakukan dengan cara 3 M yaitu menguras, menutup, dan mengubur, artinya :
a.              Kuras bak mandi seminggu sekali (menguras),
b.              Tutup penyimpanan air rapat-rapat (menutup),
c.              Kubur kaleng, ban bekas, dll. (mengubur).
Kebiasaan-kebiasaan seperti mengganti dan bersihkan tempat minum burung setiap hari atau mengganti dan bersihkan vas bunga, seringkali dilupakan. Kebersihan di luar rumah seperti membersihkan tanaman yang berpelepah dari tampungan air hujan secara teratur atau menyebarkan ikan pada kolam yang sulit dikuras, dapat mengurangi sarang nyamuk.
Pada kolam atau tempat penampungan air yang sulit dikuras dapat diraburkan bubuk abate yang dapat ditaburkan bubuk abate yang dapat membunuh jentik. Bubuk abate ini dapat dibeli di apotek.
Pedoman Penggunaan Bubuk Abate (Abatisasi):

a.              Satu sendok makan peres (10 gram) untuk 100 liter air
b.              Dinding jangan disikat setelah ditaburi bubuk abate
c.              Bubuk akan menempel di dinding bak/ tempayan/ kolam
d.              Bubuk abate tetap efektif sampai 3 bulan


b.      Cara Memberantas Nyamuk Dewasa
Untuk memberantas nyamuk dewasa, upayakan membersihkan tempat-tempat yang disukai oleh nyamuk untuk beristirahat.
c.        Tempat Untuk Nyamuk Beristirahat
Kurangi tempat untuk nyamuk beristrahat adalah salah satu cara pemberantasan sarang nyamuk, dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut :  
a.      Jangan menggantung baju bekas pakai (nyamuk sangat suka bau manusia)
b.      Pasang kasa nyamuk pada ventilasi dan jendela rumah
c.       Lindungi bayi ketika tidur di pagi dan siang hari dengan kelambu
d.      Semprot obat nyamuk rumah pagi & sore (jam 8.00 dan 18.00)
e.      Perhatikan kebersihan sekolah, bila kelas gelap dan lembab, semprot dengan obat nyamuk terlebih dahulu sebelum pelajaran mulai

2.  Pengasapan / fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion)
     Pengasapan (disebut fogging) hanya dilakukan bila dijumpai penderita yang dirawat atau menginggal. Untuk pengasapan diperlukan laporan dari rumah sakit yang merawat.

b.      Penanggulang
Fokus pengobatan pada penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam ( air teh dan gula sirup atau susu ).
Penambahan cairan tubuh melalui infuse (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfuse platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastic, selanjutnya adalah pemberian obat – obatan terhadap keluhan yang timbul, misalnya :
a.      Paracetamol : membantu penurunan demam
b.      Garam Elektolit (oralit) jika disertai diare
c.       Antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder

Lakukan kompres dingin, tidak perlu pake es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat dilakukan dengan alkohol. Pengobatan alternatif yang umum dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji Bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan secara medic, akan tetapi jambu biji kenyataanya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai trombosit darah

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      HASIL
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fathi, Soedjajadi Keman, dan Chatarina U.W tentang “ Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Penularan DBD di Kota Mataram” beberapa faktor penyebab DBD yaitu :

1.      Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk turut menunjang atau sebagai salah satu factor resiko penularan penularan penyakit DBD. Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan virusnya dari satu orang ke orang yang lainnya. Pertimbuhan penduduk yang tidak memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak terencana serta tidak terkontrol merupakan salah satu factor yang berperan dalam munculnya kembali kejadian luar biasa penyakit DBD (WHO, 2000). Sebaliknya data yang diperoleh dalam penelitian ini menunujukkan bahwa kepadatan penduduk tidak berperan dalam terjadi kejadian luar biasa penyakit DBD di kota Mataram (Chi-square, p>0,05). Hal ini memang disebabkan kepadatan penduduk bukan merupakan factor kausati f, tetapi hanya merupakan salah satu factor resiko yang bersama dengan factor resiko lainnya seperti mobilitas penduduk, sanitasi lingkungan, keberadaan container perindukan nyamuk Aedes, kepadatan vector, tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penyakit DBD secara keseluruhan dapat menyebabkan KLB penyakit DBD.

2.      Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk tidak ikut berperan dalam terjadinya KLB penyakit DBD di kota Mataram (Chi-square, p>0,05). Hal ini dapat diterangkan bahwa mobilitas penduduk didaerah yang mengalami KLB penyakit DBD sama dengan mobilitas penduduk didaerah yang tidak mengalami KLB penyakit DBD. Di kedua daerah penelitian ini struktur sosial ekonomi maupun budaya relative sama yaitu sebagiab besar adalah petani, sehingga mobilitasnya relative rendah.

3.      Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingjungkungan tidak berperan dalam terjadinya KLB penyakit DBD di kota Mataram (Chi-squqre, p>0,05). Hal ini disebabkan karena kenyataan di lapangan menunujukkan kondisi sanitasi lingkungan yang tidak jauh berbeda antara daerah dengan KLB penyakit DBD tinggi (daerah studi) dan daerah dengan KLB penyakit DBD rendah (daerah control). Sebenarnya kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakkan nyamuk Aedes, terutama apabila terdapat terdapat banyak container penampungan air hujan yang berserakan dan terlindung dari sinar matahari, apabila berdekatan dengan rumah penduduk (Soegijanto, 2004).



4.      Keberadaan Kontainer
Terdapat hubungan yang bermakna antara keberadaan container dengan KLB penyakit DBD di kota Mataram (Chi-square, p>0,05)dengan resiko relative (RR) = 2,96. Disamping itu, letak, macam, bahan, warna, bentuk volume dan penutup container serta asal air yang tersimpan dalam container sangat mempengaruhi nyamuk Aedes betina untuk menentukan  pilihan tempat bertelurnya (Ditjen PPM dan PL, 2001)
Keberadaan container sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes, karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan danakan semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin banyak populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula resiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB penyakit DBD. Dengan demikian program pemerintah (Ditjen PPM & PL, 2001) berupa penyuluhan kesehatan masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD antara lain dengan cara menguras, dan mengubur (3M) sangat tepat dan perlu dukungan luas dari masyarakat dalam pelaksanaannya.

5.      Kepadatan Vektor
Data kepadatan vektor nyamuk Aedes yang diukur dengan parameter Ankga Bebas Jentik (ABJ) yang diperoleh dari kesehatan kota Mataram, menunjukkan bahwa pada 4 kelurahan dengan KLB penyakit DBD didapatkan ABJ dengan kepadatan tinggi (>85%), sedangkan pada daerah control didapatkan 12 kelurahan mempunyai AJB dengan kepadatan tinggi dan sisanya 4 kelurahan mempunyai ABJ dengan kepadatan rendah (>85%). Dengan demikian dalam penelitian ini, tidak Nampak peran kepadatan vektor nyamuk Aedes terhadap KLB penyakit DBD (Fisher’s exact probability test, p>0,05). Tetapi apabila besar sampel diperbesar dan daerah penelitian diperluas maka akan lebih banyak Nampak kepadatan vektor memiliki peran dalam dalam terjadinya KLB penyakit DBD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang menyantakan bahwa semakin tinggi angka kepadatan vektor akan meningkatkan resiko penularan penyakit DBD (WHO, 2000).

6.      Tingkat Pengetahuan DBD
Tidak nampaknya peran tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD terhadap KLB penyakit DBD di kota Mataram (chi-square, p>0,05). Pada kenyataannya masyarakat di daerah kota Mataram telah memiliki cukup pengetahuan tentangbpenyakit DBD karena dapat menjawab pertanyaan umum mendasar tentang penyakit ini dan sebagian masih teringat anggota keluarganya yang pernah masuk rumah sakit karena serangan penyakitDBD ini. Memang pengetahuan merupakan penginderaan (terutama indera pendengaran dan penglihatan) terhadap obyek tertentu yang menarik perhatiannya (Notoatmodjo, 1993).

7.      Sikap
Hasil yang menarik dari penelitian ini adalah sikap masyarakat terhadap penyakit DBD, yaitu semakin masyarakat bersikap tidak serius dan tidak berhati – hati terhadap penularan penyakit DBD semakin bertambah resiko terjadinya penularan penyakit DBD (chi-square, >p0,05) dengan RR = 2,24. Hal ini sesuai denagn hasil penelitian Thurstone et al. seperti dikutip oleh Azwar (2003) bahwa sikap sesorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak ( favourable ) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak ( unfavourable ) pada obyek tersebut. Pendapatan senada juga dikemukakan oleh La Pierre seperti dikutip oleh Azwar (2003) yang menyatakan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku atau tendensi ( kesiapan antisipasi), predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi social yang telah terkondisikan. Disimpulkan bahwa semakin kurang sikap seseorang atau masyarakat terhadap penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD maka akan semakin besar kemungkinan timbul KLB penyakit DBD.

8.      Tindakan Pembersihan Sarang Nyamuk
Tindakan Pembersihan Sarang Nyamuk meliputi tindakan : Masyarakat menguras air kontainer secara teratur seminggu sekali, menutup rapat kontainer aur bersih, dam mengubur kontainer bekas seperti kaleng bekas, gelas plastic, barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga menjadi sarang nyamuk (dikenal dengan istilah “3M”) dan tindakan abatisasi atau menaburkan butiran temephos (abate) ke dalam temapt penampungan air bersih dengan dosis 1 ppm atau 1 gram temephos SG dalam 1 liter air yang mempunyai efek residu sampai 3 bulan.
      Hasil penelitian menunujukan bahwa tindakan 3M berperan positifterhadap pencegahan terjadinya KLB penyakit DBD di kota Mataram (chi-square, p>0,05) denagn RR = 2,65. Demikian pula tindakan abatisasi berperan mengurangi resiko penularan penyakit DBD di kota Mataram (chi-square, p>0,05) dengan RR = 2,51. Hasil yang didapat ini sesuai dengan pernyataan Suroso (2003) bahwa tinadakan ‘3M’ merupakam cara yang paling tetap dalam pencegahan dan penanggulangan terjadinya KLB penyakit DBD. Demikian juga WHO (2000) telah menyatakan bahwa pemberantasan jentik nyamuk Aedes dengan penaburan butiran temephos dengan dosis 1 ppm dengan efek residu selam 3 bulan cukup efektif menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes atau meningkatkan angka bebas jentik, sehingga menurunkan reasiko terjadinya KLB penyakit DBD.

9.      Pengasapan ( Fogging )
Tidak Nampak peran tindakan pengasapan ( fogging) terhadap terjadinya KLB penyakit DBD di Mataram ( chi-quare, p>0,05 ). Tidak nampaknya peran tindakan pengasapan ini dikarenakan kurangnya tindakan fogging didaerah penelitian./ tindakan pengasapan seharuanya dilaksanakan dalam 2 siklus, yaitu waktu antara pengasapan pertama dan berikutnya ( kedua ) harus dalam interval 7 hari, dengan maksud jentik yang selamat dan menjadi nyamuk Aedes dapat dibinuh pada pengasapan kedua.
      Pengasapan pada umumnya m,enggunakan intektisida golongan organofosfat misalnya melathion dalam larutan minyak solar tidak begitu efektif dalam membunuh nyamuk dewasa dan kecil pengaruhnya dalam menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes, apalgi siklus pengasapan tidak 2 kali dengan interval 7 hari. Sebaliknya tindakan pengasapan memberikan rasa amanyang semu kepada masyarakat yang dapat mengganggu program,pembersihan sarang nyamuk seperti ‘3M’ dan abatisasi. Dari segi politis, cara ini disenangi karene terkesan pemerintah melakukan tindakan yang terlihat nyata untuk mencegah dan menanggulangi penyakit ini (WHO, 2000).

10.  Penyuluhan DBD
Tidak ada peran penyuluahn penyakit DBD yang bermakna terhadap KLB penyakit DBD di kota Mataram (chi-square, p>0,05). Hal ini disebabkan karena baik daerah KLB maupun bukan daerah KLB penyakit DBD sama – sama kurang mendapatkan penyuluhan dari dinas kesehatan setempat. Tambahan lagi, kurangnya pengertian tentang apa yang harus dilakukan oleh petugas sebelum melakukan penyuluhan, seperti identifikasi hal – hal apa saja yang penting bagi msyarakat dan apa yang harus diimplementasikan pada tingkat masyarakat, tingakt wilayah atau tingkat penentu kebijakan. Perlu dipahami, penyuluhan bukanlah semata – semata sebagai forum penyampaian hal – hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan masyarakat. Sebaiknya masyarakat dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang cara – cara pengendalian vektor yang memungkinkan mereka menentukan pilihan yang terbaik segala halyang berkaitan dengan masalah kesehatan secara individu maupun secara kolektif (WHO, 2000).



11.  Factor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat
Apabila semua factor lingkungan yang meliputi kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, sanitasi lingkungan, keberadaan kontainer, kepadatan vektor, dan semua factor perilaku masyarakat yang meliputi pengetahuan, sikap terhadap penyakit DBD, tindakan pembersihan sarang nyamuk, pengasapan dan penyuluhan tentang penyakit DBD dianalisis secara komposit peranannya terhadap KLB penyakit DBD dalam model regresi logistic berganda, maka terlihat bahwa hanya variable keberadaan kontainer air didalam maupun diluar rumah yang berpengaruh (p>0,05; RR = 2,96) terhadap KLB penyakit DBD. Banyaknya kontainer yang tidak ditangani dengan baik, terutam kontainer bukan tempat penampungan air seperti vas bunga, kaleng, botol bekas, dan drum menjadi tempaat perindukkan bagi nyamuk Aedes di kota Mataram.

B.      PEMBAHASAN

1.      Distribusi
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953. Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,  akan tetapi konfirmasi baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah sehingga sampoai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia kecuali Timor – Timur telah terjadi penyakit sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecendrungan meningkat baik dalam jumlah maupun dan luas wilayah yang terjangkit dan selalu terjadi KLB setiap tahun.
Setiap tahun, diperkirakan sekitar 100 juta kasus demam berdarah terjadi di seluruh dunia. Sebagian besar berada di daerah tropis di dunia, dengan risiko terbesar terjadi di
1.      Benua India
2.      Asia Tenggara
3.      Cina Selatan
4.      Taiwan
5.      Kepulauan pasifik
6.      Karibia ( kecuali Kuba dan Kepulauan Cayman
7.      Meksiko
8.      Afrika
9.         Amerika Tengah dan Selatan ( Kecuali Chili, Paraguay, dan Argentina )
2.      Frekuensi
Di Indonesia KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incident Rite ( IR ) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, tahun – tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu :
·         Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang , dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang.
·         Tahun 1998 : jumlahj kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang ( terjadi ledakan ).
·         Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang.
·         Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang.
·         Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang.
·         Tahun 2002 : jum;lah kasus 40.377 orang.
·         Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang.
·         Tahun 2004 : sampai tanggal 5 maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.
   Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana tranformasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat, terhadap[ pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk  hamper diseluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.
Kebanyakan juga kasus di Amerika Serikat terjadi pada orang yang terjangkit infeksi saat bepergian ke luar negeri. Tapi risiko ini meningkat bagi orang-orang yang hidup di sepanjang perbatasan Texas-Meksiko dan di bagian lain dari Amerika Serikat bagian selatan. Pada tahun 2009, wabah demam berdarah diidentifikasi di Key West, Florida.
3.       Factor determinan
1.      Host ( manusia )
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang senantiasa ada sepanjang tahun di negeri kita, oleh karena itu disebut penyakit endemis. Penyakit ini menunjukkan peningkatan jumlah orang yang terserang setiap 4-5 tahun. Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak umur 4-10 tahun, walaupun dapat pula mengenai bayi dibawah umur 1 tahun. Akhir-akhir ini banyak juga mengenai orang dewasa muda umur 18-25 tahun. Laki-laki dan perempuan sama-sama dapat terkena tanpa terkecuali.
Cara hidup nyamuk terutama nyamuk betina yang menggigit pada pagi dan siang hari, kiranya menjadi sebab mengapa anak balita mudah terserang demam berdarah. Nyamuk Aedes yang menyenangi tempat teduh, terlindung matahari, dan berbau manusia, oleh karena itu balita yang masih membutuhkan tidur pagi dan siang hari seringkali menjadi sasaran gigitan nyamuk. Sarang nyamuk selain di dalam rumah, juga banyak dijumpai di sekolah, apalagi bila keadaan kelas gelap dan lembab. Sasaran berikutnya adalah anak sekolah yang pada pagi dan siang hari berada di sekolah. Disamping nyamuk Aedes aegypti yang senang hidup di dalam rumah, juga terdapat nyamuk Aedes albopictus yang dapat menularkan penyakit demam berdarah dengue. Nyamuk Aedes albopictus hidup di luar rumah, di kebun yang rindang, sehingga anak usia sekolah dapat juga terkena gigitan oleh nyamuk kebun tersebut di siang hari tatkala sedang bermain. Faktor daya tahan anak yang belum sempurna seperti halnya orang dewasa, agaknya juga merupakan faktor mengapa anak lebih banyak terkena penyakit demam berdarah dengue dibandingkan orang dewasa.
Di perkotaan, nyamuk sangat mudah terbang dari satu rumah ke rumah lainnya dari rumah ke kantor, atau tempat umum seperti tempat ibadah, dan lain-lain. Oleh karena itu, orang dewasa pun menjadi sasaran berikutnya setelah anak-anak. Terutama dewasa muda (18-25 tahun) sesuai dengan kegiatan kelompok ini pada siang hari di luar rumah. Walaupun demikian, pada umumnya penyakit demam berdarah dengue dewasa lebih ringan daripada anak.
2.      Agent ( penyakit )
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ), bahasa medisnya disebut Dengue Hemmorhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabakan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada system pembekuan darah, sehingga menyebabkan perdarahan – perdarahan.
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
3.      Environment ( Lingkungan )
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) berkembangbiak dengan baik di daerah tropis pada lingkungan yang bisa dijadikan sebagai tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti seperti bak air  yang tidak tertutup, barang – barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng, wadah – wadah alat rumah tangga yang tidak tepakai lagi, ban bekas, dll. Oleh karena itu langkah – langkah yang dapat dilakukan yaitu  “3M” :
1.      Menguras bak mandi atau tempat penyimpanan air bersih sekurang – kurangnya sekali seminggu.
2.      Menutup rapat bak mandi atau tempat penyimpanan air bersih.
3.      Mengubur barang – barang bekas yang dapat menampung air hujan.















Peta penyebaran penyakit DBD













BAB IV
PENUTUP
A.      KESIMPULAN

Dari uaraian diatas dapat disimpulkan bahwa :

1.       Faktor  lingkungan keberadaan bak air bersih yang tidak tertutup dan barang - barang bekas yang dapat menampung air menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue (DBD), merupakan factor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya Kejadian luar biasa ( KLB )penyakit demam berdarah dengue ( DBD ).

2.      Penyakit DBD bukanlah penyakit yang sepeleh karena gejala dan diagnosis yang menyerupai penyakit lain seperti flu dan tipus, hal ini yang menyebabkan penyakit DBD sering salah diagnosis.

3.      Pernyebaran penyakit DBD ditentukan oleh vektor pembawa virus jadi yang harus dilakukan untuk menekan angka kejadian dengan cara pengendalian vektor penyebab penyakit DBD itu sendiri.

B.      SARAN

1.       Kita harus menerapkan pola hidup sehat, terutama lingkungan yang menjadi sumber perindukan nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) seperti penampungan air bersih atau pun barang – barang bekas yang dapat menampung air hujan dengan cara 3M dan mengubur barang – barang bekas tersebut agar tidak ada lagi tempat untuk perindukan nyamuk Aedes.

2.      Sebaiknya waspada dengan gejala – gejala yang menyerupai penyakit flu atau tipus, apa bila telah merasakan gejala tersebut sebaiknya memeriksakan diri ke puskesmas maupun rumah sakit terdekat agar dapat mengetahui pasti penyakit yang diderita.

3.      Kita harus sigap dalam memberantas vektor penyakit DBD agar kita dapat menekan angka kejadian penyakit DBD.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2001). Pencegahan Teknis Penemuan, Pertolongan dan Pelaporan Penderita Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Ditjen PPM dan PL Depkes RI.

Azwar, S. (2003). Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Edisi kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.

Notoatajmodjo, S. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset.

Soegijanto, S. (2004). Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press.

Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan Keperawatan pada Anak.

Suroso, T. (2003). Strategi Baru Penanggulangan DBD di Indonesia. Jakarta : Depkes RI

WHO. (2000). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Terjemahan dari WHO Regional Publication SEARO No.29 : Prevention Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta : Depkes RI