Senin, 17 November 2014

PENILAIAN SANITASI JAJANAN SEKOLAH



Makanan Jajanan tentang kuisoner atau cheklist penilaian sanitasi makmin jajanan sekolah, berikut beberapa alternatif yang mungkin dapat digunakan.

Beberapa dasar hukum yang digunakan terkait makanan jajanan pada anak sekolah ini diantaranya adalah :
  1. Permenkes RI  942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan.
  2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indones Nomor 715/MENKES/SK/V/2003  Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga 
  3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Syaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan Dan Restoran.
  4. Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi Usap Alat Makan dan Masak. Pusat laboratorium Kesehatan Depkes RI : 1991
  5. Modul Penyehatan Makanan dan Minuman untuk Petugas Puskesmas, Pengambilan Contoh dan Spesimen Makanan. Ditjen PPM dan PLP Depkes RI : 1996
  6. Prinsip-Prinsip Higiene Sanitasi Makanan. Ditjen PPM dan PLP Depkes RI : 1999
  7. Modul Kursus Penyehatan Makanan bagi Pengusaha Makanan dan Minuman, Pencucian dan Penyimpanan Peralatan Pengolahan Makanan. Depkes RI : 2001
  8. Kumpulan Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Ditjen PPM dan PLP Depkes RI: 2006

Sedangkan alternatif checklist sebagai berikut :

Kondisi sanitasi lingkungan

Penyediaan air bersih 


Kualitas fisik, aspek pengamatan meliputi :
  1. Tingkat Kekeruhan
  2. Tidak Berbau
  3. Tidak  Berasa
  4. Tidak Berwarna
  5. Pengolahan air baku
  6. Sumber air perpipaan atau non perpipaan.
  7. Kondisi pipa (bocor dan lain-lain).
  8. Kondisi tempat penampungan (kondisi baik , tertutup, bersih, jauh dari sumber pencemaran)
  9. Kecukupan kuantitas air yang dipergunakan untuk mencuci peralatan makan  ( .... liter).
  10. Peralatan pengambilan air (gayung khusus)
Pembuangan Sampah
  1. Jumlah dan peletakan tempat sampah
  2. Kondisi tempat sampah : kedap air,  terbuat dari bahan yang kuat.
  3. Tempat sampah mudah diangkat
  4. Tempat sampah mempunyai penutup.
  5. Permukaan bagian dalam halus dan rata.
  6. Ukuran tempat sampah sesuai dengan sampah yang dihasilkan
  7. Tidak terdapat sampah berceceran disekitar tempat sampah.
  8. Bebas serangga dan tikus
  9. Sampah setiap hari dikosongkan oleh petugas.
Pembuangan Air Limbah, aspek pengamatan meliputi :
  1. Terdapat saluran pembuangan air limbah (SPAL)
  2. SPAL mengalir  lancer, kedap air, tertutup
  3. Sisa pencucian peralatan makan ditampung dalam satu tempat lalu di buang ke saluran limbah.
  4. Lokasi SPAL atau tempat penampungan air limbah tidak dekat dengan tempat pengolahan makanan dan penyimpanan alat makan.
Higiene perorangan penjamah makanan, data dan aspek pengamatan meliputi :
  1. Nama :
  2. Umur :
  3. Jenis Kelamin :
  4. Pendidikan :
  5. Kursus ddan pelatihan sanitasi makanan
  6. Dan informasi lain yang kita perlukan  ....
Higiene Perorangan
Aspek pengamatan dan pertanyaan meliputi :
  1. Penjamah makanan tidak menderita penyakit mudah menular seperti : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut lainnya;
  2. Kuku dipotong pendek, tidak di cat/kuteks;
  3. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
  4. Tangan, rambut, kuku, dan pakaian dalam keadaan bersih
  5. Penjamah makanan tidak memakai aksesoris (cincin, kalung, jam tangan)
  6. Memakai celemek, dan tutup kepala;
  7. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani alat makan/makanan.
  8. Penjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;
  9. Sewaktu bekerja tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);
  10. Tidak boleh bersin dan atau tanpa menutup mulut atau hidung, dihadapan alat makan jajanan yang sudah bersih
  11. Setelah buang air besar atau kecil tangan dicuci dengan sabun dan air bersih.
  12. Mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan.
  13. Mencuci tangan setelah menyentuh benda-benda seperti HP, peralatan kotor, makanan mentah, cangkang telur dll)
  14. Mencuci tangan setelah menyentuh kepala, hidung, mulut dan bagian tubuh yang terluka.
  15. Mencuci tangan setelah menangani sampah, kegiatan-kegiatan pembersihan seperti lap meja,bersihkan sampah.
  16. Tempat pencucian tangan di lengkapi dengan air mengalir;
  17. Menyisir rambut tidak dekat alat makan.
  18. Tidak boleh bercanda atau bergurau di dekat peralatan makan
Proses Pencucian Piring
Aspek pengamatan dan pertanyaan meliputi :
  1. Sisa makanan dibuang kemudian peralatan dibilas atau disemprot dengan air mengalir.
  2. Pencucian pada bak pertama berisi larutan deterjen hangat suhu 43oC-49oC
  3. Pembersihan alat makan menggunakan spon.
  4. Membilas pada bak kedua menggunakan air hangat.
  5. Air bilasan pada bak sering diganti atau pembilasan pada air mengalir.
  6. Desinfeksi peralatan pada bak ketiga menggunakan air panas 82C selama 2 menit atau 100C selama 1 menit.
  7. Semua alat makan direndam dalam air panas.
  8. Mengganti air panas setiap selesai mendesinfeksi alat makan
  9. Terdapat tempat pengeringan/penirisan alat makan
  10. Selesai desinfeksi alat makan ditiriskan dan dikeringkan.
  11. Terdapat alat untuk meniriskan dan mengeringkan alat makan
  12. Peralatan makan tidak dipegang sebelum siap digunakan.
  13. Tempat pencucian peralatan makan terpisah dengan pencucian peralatan lainnya atau bahan makanan
  14. Tempat pencucian dilengkapi dengan air kran 14 Bak pencucian selalu dibersihkan
  15. Volume air pada bak pencucian lebih dari 10 liter
  16. Piring yang sudah dibersihkan diletakkan ditempat yang bersih.
  17. Proses pengeringan tidak menggunakan lap.
  18. Ketika memegang piring pada bagian pinggir.
  19. Ketika memegang gelas tidak menyentuh bibir gelas
 dikutip dari : 


Minggu, 16 November 2014

METODE PENELITIAN CASE CONTROL

A.          Pengertian
Penelitian Case Control adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana factor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan “retrospective”. Case Control dapat dipergunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh factor risiko mempengaruhi terjadinya penyakit mis: hubungan antara kanker serviks dengan perilaku seksual, hubungan antara tuberculosis anak dengan vaksinasi BCG atau hubungan antara status gizi bayi berusia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu. Rancangan penelitian Case Control ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema 12.3
Rancangan Penelitian Case Control

Factor risiko (+)                                  (kasus)
                                      Retrospektif               Efek +
Faktor risiko (-)                      
                                                                                                 Populasi (sampel)
Faktor risiko (+)                                  (kontrol)                                
                                    Retrospektif                Efek _
Faktor risiko (-)                      


Desain Case control sering dipergunakan para peneliti karena dibandingkan dengan kohort, ia lebih murah, lebih cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan sampel yang besar. Bahkan untuk penyakit yang jarang, case control merupakan satu-satunya penelitian yang mungkin dilaksanakan untuk mengindentifikasi factor resiko.
Misalnya, kita ingin menentukan apakah pemberian esterogen pada ibu pada periode sekitar konsepsi mempertinggi risiko terjadinya kelainan jantung bawaan. Dengan mengetahui bahwa insiden penyakit jantung bawaan pada BBL dari ibu yang tidak mendapat esterogen adalah 8 per 1000.
·         Pada studi kohort diperlukan ±4000 ibu tepajan dan 4000 ibu tidak terpajan factor risiko untuk dapat mendeteksi potensi peninggian risiko sebanyak 2x
·         sedangkan dengan Case Control hanya diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol.
            Bila yang diteliti adalah kelainan jantung yang khusus, misalnya malformasi konotrunkus yang kekerapannya hanya 2 per 1000 maka
·         untuk penelitian kohort diperlukan 15.700 ibu terpajan dan 15.700 ibu tidak terpajan esterogen
·         sedangkan untuk Case Control tetap hanya diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol.

B.           Tahapan penelitian Case Control

Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut :
a.       Identifikasi variable-variabel penelitian (factor risiko dan efek)
b.      Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel)
c.       Identifikasi kasus.
d.      Pemilihan subjek sebagai control.
e.       Melakukan pengukuran “retrospktif” (melihat ke belakang) untuk melihat factor resiko
f.       Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi abtara variable-variabel objek penelitian dengan variable control.
Contoh sederhana : penelitian ingin membuktikan hubungan antara malnutrisi pada anak balita dengan perilaku pemberian makanan oleg ibu.
Tahap pertama : mengindentifikasi variable dependen (efek) dan variable-variabel independen (factor risiko)
·         variable dependen                         : malnutrisi
·         variable independen                      : perilaku ibu dalam memberikan makanan.
·         variable independen yang lain      : pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak dsb.
Tahap kedua : menetapkan objek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Objek penelitian di sini adalah pasangan ibu dan balita daerah mana yang dianggap menjadi populasi dan sampel penelitian ini.
Tahap ketiga : mengindentifikasikan kasus, yaitu anak balita yang menderita malnutrisi. Yang dimaksud kasus di sini adalah anak balita yang memenuhi criteria malnutrisi yang telah ditetapkan. Misalnya berat per umumnya kurang dari 75% standar Havard. Kasus diambil dari populasi yang telah ditetapkan.
Tahap keempat : pemilihan subjek sebagai control, yaitu pasangan ibu-ibu dengan anak balita mereka. Pemilihan control hendaknya didasarkan kepada kesamaan karakteristik subjek pada kasus. Misalnya cirri-ciri masyarakatnya, social ekonominya, letak geografis dsb. Pada kenyataannya memang sulit untuk memilih kelompok control yang mempunyai karakteristik yang sama dengan kelompok kasus. Oleh sebab itu sebagian besar cirri-ciri tersebut kiranya dapat dianggap mewakili.
Tahap kelima : melakukan pengukuran secara retrospektif, yaitu dari kasus (anak balita yang malnutrisi) itu diukur atau dinyatakan kepada ibunya dengan ,menggunakan metode “recall” mengenai perilaku atau kebiasaan memberikan makanan kepada anaknya. Recall disini maksudnya menanyakan kepada ibu anak balita kasus tentang jenis-jenis makanan serta jumlahnya yang diberikan kepada anak balita selama periode tertentu. Biasanya menggunakan metode 24 jam (24 hours recall).
Tahap keenam : melakukan engolahan dan analisis data. Analisis data dilakukan dengan membandingkan proporsi perilaku ibu yang baik dan yang kurang baik dalam hal memberikan makanan kepadsa anaknya pada kelompok kasus, dengan proporsi perilaku ibu yang sama pada kelompok control. Dari sini akan diperoleh bukti atau tidak adanya hubungan antara perilaku pemberian makanan dengan malnutrisi pada anak balita.

C.          Kelebihan Rancangan Penelitian Case Control
a.       Adanya kesamaan ukuran watu antara kelompok kasus dengan kelompok control
b.      Adanya pambatasan atau pengndalian factor resiko sehingga hasil penilitian lebih tajam disbanding dengan hasil rancangan cross sectional
c.       Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen atau cohort
d.      Tidak memerlukan waktu lama (lebih ekonomis)


D.          Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control
a.       Pengukuran variable yang retrospektif, objektifitas dan reliabilitasnya kurang karena subjek penelitian harus mengingat kembali factor-faktor risikonya,
b.      Tidak dapat diketahui efek variable luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan
c.       Kadang-kadang sulit memilih control yang benar-benar sesuai dengan kelompok kasus karena banyaknya factor resiko yang harus dikendalikan.
 
 
SUMBER : 
 
http://ranumra.blogspot.com/2013/01/definisi-metode-penelitian-case-control.html