BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Campak
dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya
vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang
50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa
negara maju seperti Amerika Serikat.
Campak adalah salah satu penyakit
infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia .
Penyakit ini umumnya menyerang anak umur di bawah lima tahun ( balita ) akan tetapi campak bisa
menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat
perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi
yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi
komplikasi penyakit ini.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian campak?
2. Bagaimana
riwayat alamiah dari penyakit campak?
3.
Bagaimana etiologi,dan
patofisiologi penyakit campak?
4.
Bagaimana
masa inkubasi dan diagnosis penyakit campak?
5. Bagaimana
cara penularan dan pencegahan penyakit campak?
6. Bagaimana
penanggulangan serta pengobatan penyakit campak?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian campak.
2. Untuk mengetahui
riwayat alamiah dari penyakit campak.
3. Untuk
mengetahui etiologi, dan patofisiologi penyakit campak.
4. Untuk mengetahui
masa inkubasi dan diagnosis penyakit campak.
5. Agar
kita mengetahui cara penularan dan pencegahan penyakit campak.
6. Agar
kita mengetahui penanggulangan serta pengobatan penyakit campak.
BAB II
TELAAH
PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
Penyakit
campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles
dalam bahasa inggris atau dikenal dengan sebutan gabagen (dalam bahasa Jawa) atau kerumut
(dalam bahasa Banjar) atau disebut juga rubeola (nama ilmiah) merupakan
suatu infeksi virus yang sangat menular, yang di tandai dengan demam, lemas,
batuk, konjungtivitas (peradangan selaput ikat mata /konjungtiva) dan bintik
merah di kulit (ruam kulit)
Ada beberapa pengertian tentang campak menurut beberapa ahli, yaitu :
a.
Campak
atau morbili adalah penyakit virus akut , menular yang di
tandai dengan 3 stadium yaitu stadium
prodromal (kataral), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang di
manifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik (Ilmu Kesehatan
Anak Edisi 2, th 1991. FKUI
).
b.
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim
biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak
ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi (Ilmu Kesehatan
Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000).
c.
Campak adalah
penyakit menular yang ditularkan melalui rute udara dari seseorang yang terinfeksi
ke orang lain yang rentan (Brunner & Suddart, vol 3, 2001).
2.2 RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT CAMPAK
Riwayat
alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap prepatogenesis
b. Tahap pathogenesis
c. Tahap Akhir/ pasca pathogenesis.
1. Tahap prepatogenesis
Pada tahap ini individu berada dalam
keadaan normal/ sehat tetapi mereka Pada dasarnya peka terhadap kemungkinan
terganggu oleh serangan agen Penyakit (stage of susceptibility). Walaupun
demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara pejamu dengan
bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti
bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman mengembangkan
potensi infektifitas, siap menyerang pejamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda
sakit sampai sejauh daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Namun begitu pejamunya
‘lengah’ ataupun memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera dapat
berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki fase berikutnya,
tahap pathogenesis.
2. Tahap
pathogenesis
Tahap ini
meliputi 4 sub-tahap yaitu : - Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, - Tahap
Lanjut, dan –Tahap Akhir.
· Tahap
Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit
campak adalah 10-20 hari. Pada tahap
Ini individu masih belum merasakan bahwa dirinya sakit.
· Tahap
Dini
Mulai timbulnya
gejala dalam waktu 7-14 hari setelah infeksi, yaitu Berupa :







· Tahap
Lanjut
Munculnya
ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata
dari mulai Kecil-kecil dan jarang kemudian menjadi banyak dan menyatu Seperti pulau-pulau.
Ruam umumnya muncul pertama dari daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar
menuju dada, punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini muncul,
panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40C), ingus semakin banyak, hidung
semakin mampat, tenggorokan semakin sakit dan batuk-batuk kering dan juga
disertai mata merah.
3. Tahap akhir/ pasca pathogenesis
Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat
berada dalam lima
pilihan keadaan, yaitu :





2.3 ETIOLOGI DAN
PATOFISIOLOGI PENYAKIT CAMPAK
1. ETIOLOGI
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak yang termasuk
golongan paramyxovirus genus morbilivirus merupakan salah satu virus RNA.
Virus ini terdapat dalam darah dan secret (cairan)nasofaring (jaringan antara
tenggorokan dan hidung) pada masa gejala awal (prodromal) hingga 24 jam setelah
timbulnya bercak merah di kulit dan selaput lendir.
1.1
Bentuk
virus
Virus
berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan di bungkus
oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat
nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA ), merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus.
Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang berada di
selubung luar muncul sebagai hemaglutinin.
1.2 Ketahanan
virus
Pada temperature kamar virus campak
kehilangan 60 % sifat infeksifitasnya selama 3-5 hari pada 37oC
waktu paruh umurnya 2 jam, pada 56oC hanya satu jam. Pada media
protein ia dapat hidup dengan suhu -70oC selama 5,5 tahun, sedangkan
dalam lemari pendingin dengan suhu 4- 6oC dapat hidup selama 5
bulan. Virus tidak aktif pada PH asam. Oleh karena selubung luarnya terdiri
dari lemak maka ia termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile, pada suhu kamar dapat mati dalam 20 % ether selama 10
menit dan 50% aseton dalam 30 menit. Dalam 1/4000 formalin menjadi tidak
efektif selama 5 hari, tetapi tidak kehilangan antigenitasnya. Tripsin
mempercepat hilangnya potensi antigenik.
1.3
Struktur Antigenik
Infeksi
dengan virus campak merangsang pembentukkan neutralizing
antibody, complement fixing antibody, dan haemagglutinine inhibition antibody. Imunoglobulin kelas IgM dan IgG muncul
bersama-sama diperkirakan 12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi
sekitar 21 hari. Kemudian IgM menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal
tidak terbatas dan jumlahnya terukur, sehingga IgG menunjukkan bahwa pernah
terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibodi protektif dapat terbentuk dengan
penyuntikan antigen haemagglutinin murni.
2. PATOFISIOLOGI
Penularan terjadi secara droplet dan kontak
virus ini melalui saluran pernafasan dan masuk ke system retikulo endothelial,
berkembang biak dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal tersebut akan
menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran cerna, konjungtiva dan
disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam kulit. Antibodi
yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi virus
dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi
virus.
2.4 MASA
INKUBASI DAN DIAGNOSIS PENYAKIT CAMPAK
1. Masa
inkubasi
Masa tunas/
inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih 10 – 20 hari dan kemudian timbul
gejala-gejala yang di bagi dalam 3 stadium, yaitu :
1.
Stadium Kataral atau
Prodromal
Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu,
batuk-batuk dan mata merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak
Koplik`s (Koplik spot) pada mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas
ini tidak selalu dijumpai. Bercak Koplik ini berupa bercak putih kelabu, besarnya
seujung jarum pentul yang dikelilingi daerah kemerahan. Koplik spot ini
menentukan suatu diagnose pasti terhadap penyakit campak.
2.
Stadium Erupsi
Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena
panas tinggi, kadan-kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak
merah yang spesifik), timbul setelah 3 – 7 hari demam. Rash timbul
secara khusus yaitu mulai timbul di daerah belakang telinga, tengkuk, kemudian
pipi, menjalar keseluruh muka, dan akhirnya ke badan. Timbul rasa gatal dan muka
bengkak
3.
Stadium Konvalensi
atau penyembuhan
Erupsi (bercak-bercak) berkurang, meninggalkan
bekas kecoklatan yang disebut hiperpigmentation, tetapi lama-lama akan
hilang sendiri. panas badan menurun sampai normal bila tidak terjadi
komplikasi.
3.1. Komplikasi
Penyakit Campak
Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya
penurunan daya tahan tubuh secara umum sehingga mudah terjadi infeksi
tumpangan. Hal yang tidak diinginkan. adalah terjadinya komplikasi karena dapat
mengakibatkan kematian pada balita, keadaan inilah yang menyebabkan mudahnya
terjadi komplikasi sekunder seperti : Otitis media akut, Ensefalitis,
Bronchopneumonia, dan Enteritis

Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus
Campak menyerang epitel saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut
radang paru-paru atau Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus
Campak sendiri atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus
yang menyerang epitel pada saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini
dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori
protein.

Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke
dalam telinga tengah. Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase
prodormal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan
sel mukosa yang rusak karena invasi virus terjadi otitis media purulenta.

Ensefalitis adalah komplikasi neurologic
yang paling jarang terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4 – 7 setelah
terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis
sekitar 1 dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 – 40%. Terjadinya
Ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi
langsung virus Campak ke dalam otak

` Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak,
penderita mengalami muntah mencret pada fase prodormal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus.
2. Diagnosis
penyakit campak
Diagnosis dapat di tegakkan
dengan :
·
anamnese (berdasarkan riwayat timbulnya penyakit
seperti adanya
kontak
dengan penderita)yaitu :
1.Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi,mendadak) batuk
Pilek,
harus dicurigai atau di diagnosis banding morbili (artinya
kemungkinan penyakit lain yang mirip campak,
misal : german
. measles,eksentema subitum,infeksi virus
lain).
2. Mata merah, mukopurulen,
menambah kecurigaan.
3. Dapat disertai diare dan
muntah.
4. Dapat disertai gejala
perdarahan (pada kasus yang berat) :
Epitaksis, petekie, ekimosis.
5. Anak resiko tinggi
adalah bila kontak dengan penderita morbili
(1 atau 2 minggu sebelumnya) dan belum
pernah vaksinasi
Campak.
·
Gejala klinis
Meliputi pemeriksaan fisik (physic diagnostic ) yaitu :
1. Pada stadium kataral
manifestasi yang tampak mungkin hanya
demam ( biasanya tinggi ) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
2. Pada
umumnya anak tampak lemah
3. Koplik
spot pada hari ke 2-3 panas ( akhir stadium kataral )
4. Pada stadium erupsi timbul ruam (
rash ) yang khas : ruam makulopapular yang munculnya mulai dari belakang telinga,
mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka dan kemudian ke seluruh tubuh.
·
Pemeriksaan laboratorium
Meliputi :
1. Pemeriksaan darah tepi hanya
ditemukan adanya leukopeni, Dimana jumlah leukosit cenderung menurun disertai
limfositosis relative.
2. Pemeriksaan serologic dengan cara
hemaglutination inhibition test dan complement fiksatior test akan ditemukan
adanya antibody
yang spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya ras dan puncaknya pada 2-4
minggu kemudian.
·
Biakan virus
( mahal )
Isolasi dan identifikasi virus : Swab
nasofaring dan sampel darah yang diambil dari pasien 2-3 hari sebelum onset
gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam kulit (terutama selama masa demam campak)
merupakan sumber yang memadai untuk isolasi virus. selama stadium prodromal,
dapat terlihat sel raksasa berinti banyak pada hapusan mukosa hidung.
2.5 CARA PENULARAN DAN
PENCEGAHAN PENYAKIT CAMPAK
1. Cara
Penularan
Cara penularan penyakit ini adalah melalui
droplet dan kontak, yakni karena menghirup
Percikan ludah (droplet) dari hidung, mulut
maupun tenggorokan penderita morbili
atau campak. Artinya seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus
morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau dimana saja. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam
waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada. Masa
inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara
meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak usia pra-
sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur
hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan terhadap campak
diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang
bayi yang lahirdari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).
Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah
:
§
Bayi berumur lebih dari 1 tahun
§
Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
§
Remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan
imunisasi kedua.
2. Cara Pencegahan
Penyakit Campak
a.
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan
dalam mencegah munculnya factor predisposisi/ resiko terhadap penyakit Campak.
Sasaran dari pencegahan primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum
memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk
penyakit Campak. Edukasi kepada orang
tua anak sangat penting peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan
seperti penyuluhan mengenai pendidikan
kesehatan, konselling nutrisi dan
penataan rumah yang baik.
b.
Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer
adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko, yakni anak yang belum
terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit Campak. Pada
pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
.
b.1.
Penyuluhan
Edukasi Campak adalah pendidikan dan
latihan mengenai pengetahuan mengenai Campak. Disamping kepada penderita
Campak, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat
beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi
yang perlu diberikan kepada pasien campak adalah definisi penyakit Campak,
faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya campak dan upaya-upaya menekan campak,
pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi Campak
b.2. Imunisasi
Di Indonesia sampai saat ini
pencegahan penyakit campak dilakukan dengan vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi
berumur 9 – 15 bulan. Vaksin yang digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi
lemah. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak
boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC yang tidak diobati,
penderita leukemia. Vaksin Campak dapat
diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin measles-mumps-rubella
(MMR). vaksin monovalen diberikan pada
bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin
polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.
Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin harus pada temperature
antara 2ºC - 8ºC atau ± 4ºC, vaksin tersebut harus dihindarkan dari sinar
matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet
atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.
Dimana
imunisasi ini terbagi atas 2 yaitu :
1.
Imunisasi aktif
Pencegahan campak dilakukan
dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur
9
bulan atau lebih. Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1)
vaksin yang berasal
dari virus campak hidup yang dilemahkan
(tipe Edmonstone B), dan (2) vaksin yang berasal dari virus campak
yang dimatikan (dalam larutan formalin dicampur dengan garam
alumunium). Namun sejak tahun
1967, vaksin yang berasal dari virus
campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi, oleh karena
efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat. Vaksin
yang berasal dari virus campak yang dilemahkan
berkembang dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi
strais Moraten (1968). Dosis baku minimal
pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 0,5 ml, secara subkutan,namun
dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular mempunyai efektivitas yang
sama. Vaksin ini biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi denganondongan dan campak Jerman
(vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia
4-6 tahun.
Vaksin campak sering dipakai
bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis epidemika yang dilemahkan,
vaksin polio oral, difteri-tetanus-polio vaksin dan lain-lain. Laporan beberapa
peneliti menyatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnya aman dan tetap
efektif.
2.
Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dengan kumpulan
serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma
globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat
dicegah dengan Immune serum globulin (gamma globulin) dengan dosis
0,25 ml/kgBB intramuskuler, maksimal 15 ml dalam waktu 5 hari sesudah terpapar,
atau sesegera mungkin. Perlindungan yang sempurna diindikasikan untuk bayi,
anak-anak dengan penyakit kronis, dan para kontak di bangsal rumah sakit serta
institusi penampungan anak. Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah
antibodi yang diberikan harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat
perlindungan yang diharapkan.Kontraindikasi vaksin : reaksi
anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin, kehamilan imunodefisiensi
(keganasan hematologi atau tumor padat, imunodefisiensi kongenital, terapi
imunosupresan jangka panjang, infeksi HIV dengan imunosupresi berat.
b .3. Isolasi
Penderita rentan menghindari kontak
dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari,
demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari
guna menghindari penularan lingkungan sekitar.
c.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini campak serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang
telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan pengelolaan campak memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
d.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua
upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan
rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita
yang mengalami kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien-pasien
dengan dokter maupun antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan
penyakit campak. Dalam penyuluhan ini hal yang dilakukan adalah :
d.1. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi
kronik
d.2.
Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
d.3.
Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup
dengan komplikasi kronik.
Pelayanan
kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan
para ahli sesama ilmu.
2.6 PENANGGGULANGAN DAN
PENGOBATAN PENYAKIT CAMPAK
1.
Penanggulangan Campak
Pada sidang
CDC/ PAHO / WHO, tahun 1996
menyimpulkan bahwa penyakit Campak dapat dieradikasi, karena
satu-satunya pejamu/ reservoir campak hanya pada manusia serta tersedia
vaksin dengan potensi yang
cukup tinggi yaitu effikasi
vaksin 85% dan dirperkirakan eradikasi dapat dicapai 10 – 15
tahun setelah eliminasi.
World Health Organisation
(WHO) mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya eradikasi
(pemberantasan) penyakit Campak dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap
tahap yaitu :
a.
Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam
2 tahap :
1. Tahap Pengendalian Campak
Pada
tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi
campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbitas campak yang tinggi. Daerah ini masih merupakan daerah
endemis campak, tetapi telah
terjadi penurunan insiden dan kematian,
dengan pola epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
2
Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat
dipertahankan tinggi ≥ 80% dan merata,terjadi
penurunan tajam kasus dan kematian,
insidens campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.
b.
Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi
≥ 95% dan daerah-daerah dengan
cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus campak sudah sangat jarang dan KLB
hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang
dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imunisasi campak.
c.
Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus
Campak sudah tidak ditemukan.
Pada
siding The World Health Assambley (WHA) tahun 1998, menetapkan
kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus Noenatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM). Kemudian pada Technical
Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999, menetapkan
bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan Kejadian
Luar Biasa (KLB).
Strategi
operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk mencapai reduksi Campak
tersebut adalah :
a.
Imunisasi rutin pada bayi 9 –11 bulan (UCI Desa ≥ 80)
b.
Imunisasi tambahan (suplemen)
b.1 Catch up compaign : memberikan
imunisasi Campak sekali saja pada anak SD
kelas 1 s/d 6 tanpa memandang status imunisasi.
b.2 Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin
diberikan imunisasi campak pada murid kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT)
pelaksanaan secara rutin dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak
sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah KLB pada anak sekolah dan memutuskan rantai penularan dari
anak sekolah kepada balita.
b.3 Crash program Campak : memberikan imunisasi Campak pada
anak umur 6 bulan - > 5 tahun tanpa melihat
status imunisasi di daerah risiko tinggi campak.
b.4 Ring vaksinasi : Imunisasi Campak diberikan dilokasi pemukiman di sekitar lokasi KLB dengan umur
sasaran 6 bulan (umur kasus campak termuda) tanpa melihat status imunisasi.
c.
Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini
dan respon kejadian luar biasa).
d.
Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa
Setiap kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan
secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan dengan
antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi,
perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program
cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
e.
Pemeriksaan laboratorium
Pada
tahap reduksi Campak dengan pencegahan kejadian luar biasa :
ü Pemeriksaan
laboratorium dilakukan terhadap 10 – 15 kasus baru pada setiap kejadian luar biasa.
ü Pemantauan
kegiatan reduksi Campak pada tingkat Puskesmas
dilakukan dengan cara kenaikan sebagai berikut :
1.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi
untuk mengetahui pencapaian cakupan imunisasi.
2. Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi
kasus Campak.
3. Pemantauan data kasus campak untuk melihat kecenderungan
kenaikan kasus campak menurut waktu dan tempat.
4. Pemantauan kecenderungan jumlah kasus campak yang ada untuk
melihat dampak imunisasi campak.
Evaluasi
kegiatan reduksi campak dilakukan dengan menggunakan beberapa indikator yaitu :
a.
Cakupan
imunisasi tingkat desa/kelurahan. Apakah cakupan imunsasi campak sudah > 90 %.
b. Jumlah kasus Campak (laporan W2). Diharapkan kelengkapan laporan W2> 90 %.
c. Indikator manajemen kasus
campak dengan kecepatan rujukan. Diharapkan CFR < 3%.
d.
Indikator tindak lanjut hasil penyelidikan. Dimana
cakupan sweeping hasil Imunisasi di daerah potensial KLB > 90 %, dan cakupan
sweeping vitamin A dosis tinggi > 90 %.
2.
Pengobatan Penyakit Campak
Penderita Campak tanpa
komplikasi dapat berobat jalan.Sehingga pengobatannya bersifat symptomatic,
yaitu memperbaiki keadaan umum atau untuk mengurangi gejalanya saja dalam hal
ini :
Ø anak
memerlukan istirahat di tempat tidur
Ø kompres
dengan air hangat bila demam tinggi namun dapat diberikan antipiretik bila suhu
tinggi parasetamol 7,5-10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam
Ø ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12
tahun : 50-100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari.
Ø Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu
Ø narcotic
antitussive (codein) tidak boleh digunakan.
Ø Mukolitik
bila perlu.vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral
sangat bermanfaat. Pemberian
vitamin A 100.000 IU per oral satu kali.
Vitamin A dosis tinggi ( menurut rekomendasi WHO dan UNICEF)
Usia 6 bln-1 thn :100.000 unit dosis tunggal p.o
Umur > 1 thn : 200.000 unit dosis tunggal p.o
Dosis tersebut diulangi pada hari ke-2 dan 4 minggu kemudian
bila telah didapat tanda defisiensi vitamin A.
Apabila terdapat malnutrisi maka pemberian vitamin A ditambah dengan
1500 IU tiap hari.
Ø
Mempertahankan
status nutrisi dan hidrasi (cukup cairan dan kalori)
Dan bila terdapat
komplikasi, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul
seperti :


·
Hidrokostison 100 – 200 mg/hari selama 3 – 4 hari.
·
Prednison 2
mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu.,
perlu dilakukan koreksi elektrolit dan ganguan gas darah.


BAB III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
Pengumpulan data
dilakukan melalui pemeriksaan klinis penderita campak, dan pengambilan serum darah
untuk pemeriksaan IgM campak serta pemeriksaan protein albumin dalam serum darah. Selama 6 bulan dilakukan pengamatan
terhadap 21 anak yang menderita campak dan 21 anak yang tidak menderita campak sebagai
kontrol. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dari 21 serum darah responden
dengan gejala klinis campak didapatkan hasil IgM campak negatif pada semua
responden. Karena gejala klinis penyakit
campak ini menyerupai gejala klinis Rubela, maka peneliti mengadakan pemeriksaan laboratorium yang dilanjutkan pada pemeriksaan
IgM Rubela. Pada 21 serum darah responden,
didapatkan IgM Rubela positif sebanyak 9 responden.
Tabel 2. Diskripsi Jenis Kelamin,
Umur, Kadar Albumin dan Frekuensi Kejadian Infeksi
Status
responden
|
campak
|
Tidak campak
|
total
|
||
N
|
%
|
n
|
%
|
||
Jenis
kelamin : laki – laki
perempuan
|
13
8
|
6
3
|
12
9
|
5
4
|
25
17
|
Umur : 1-5 tahun
6-10 tahun
11-14 tahun
|
5
9
7
|
2
4
3
|
0
8
13
|
0
3
6
|
5
17
20
|
Status gizi : baik
Lebih
|
5
15
|
2
7
|
4
17
|
1
8
1
|
10
32
|
Frekuensi infeksi : <3 x /
3 bulan
≥ 3 x / 3 bulan
|
0
21
|
0
100
|
5
16
|
2
7
|
22
20
|
Hasil analisis deskriptif untuk jenis
kelamin, umur, kadar albumin dan frekuensi kejadian infeksi dalam 3 bulan
terakhir (januari-juni 2008) dikota Kediri
dapat dilihat pada tabel 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar
penderita campak adalah laki-laki (62 %). Sebagian besar penderita campak (81%)
mempunyai kadar albumin lebih.
Gambar 1 menampilkan kadar albumin lebih dan
normal menurut jenis kelamin.
AL BUMI N
|
Gambar 1 Kadar Albumin menurut jenis
kelamin anak yang terserang campak
Frekuensi terjadinya infeksi pada anak
yang menderita campak dan tidak menderita campak menurut jenis kelamin dan umur
dapat dilihat pada table 3, yang
menunjukkan bahwa 42 (100 %) anak pernah menderita infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) pada 3 bulan terakhir dan tidak ada (0%) responden yang menderita Dengue Hemoragie Fever (DHF). Tampak
pula bahwa gejala klinis TBC pernah dialami oleh 21 (50%) responden.
Tabel 3. Frekuensi Kejadian Penyakit Infeksi pada infeksi Anak
1-14 tahun
Hasil
uji chi square ( table 4) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status
gizi dengan gejala klinis campak (p =1,00). Hasil uji square (table 5)
menunjukkan bahwa ada hubungan antara frekuensi kejadian infeksi dengan gejala
klinis campak (p=0,048). Besarnya resiko gejala klinis campak pada anak yang
sering mengalami infeksi adalah dua kali lipat jika dibandingkan dengan anak
yang tidak sering mendapatkan infeksi.
Tabel
4. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Gejala Klinis Campak
Status Gizi
|
Campak
|
Tidak Campak
|
Total
|
Baik
|
5,(23,8%)
|
4(19,2%)
|
9,(21,4%)
|
Lebih
|
16(76,2%)
|
17(81,0%)
|
33,(78,6%)
|
Total
|
21(100%)
|
21(100%)
|
42(100%)
|
P = 1,00 OR
= 0,753 95% CI =0,171-3,312
Tabel 5. Hubungan Antara Frekuensi
Kejadian Infeksi Dengan Kejadian Klinis Campak.
Status Gizi
|
Campak
|
Tidak Campak
|
Total
|
Sering
|
21 (100%)
|
16 (6,2%)
|
37 (88,1%)
|
Tidak sering
|
0 (0%)
|
5 (23,8%)
|
5 (11,9%)
|
Total
|
21 (100%
|
21 (100%)
|
42 (100%)
|
P = 0,048 OR
= 2,213 95% CI = 1,599-3,345
A. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
melalui serum darah pada 21 responden sebagai kasus dan 21 responden sebagai responden control. Didapatkan hasil
kadar protein serum dengan nilai normal dan protein serum lebih. Hal ini
menunjukkan bahwa status gizi pada 42 responden tersebut
baik. Keadaan ini dapat terjadi
karena 80% responden berusia 6-14 tahun, yaitu masa sekolah. Anak usia sekolah
memiliki pola makan yang selalu ingin mencoba jenis makanan baru, pemberian
makanan dalam bentuk junk food baik
di rumah maupun di sekolah. Makanan tersebut banyak mengandung gula, garam,
lemak dan kolesterol, dan kebutuhan tinggi kalori pada anak memicu tingginya
kadar albumin serum ( Muscari, M,2001 ).
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan gejala klinis campak. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi
anak tidak cukup mampu untuk melawan
infeksi virus. Pertahanan
tubuh terhadap infeksi virus memerlukan pertahanan yang bersifat
spesifik, sedangkan protein serum merupakan pertahan tubuh yang
bersifat
non spesifik. Kekebalan terhadap infeksi virus didasarkan pada pembentukan
respon imun terhadap antigen khusus yang terletak pada permukaan partikel virus atau
sel yang terinfeksi oleh virus. Virus akan menimbulkan
respon jaringan yang berbeda dari respon
terhadap bakteri pathogen. Pada infeksi virus akan terjadi infiltrasi sel berinti
satu dan limfosit. Protein yang disandikan
oleh virus, biasanya protein kapsid,
merupakan sasaran dari respon imun. Sel yang terinveksi
oleh virus dapat menjadi lisis oleh
limfosit T sitotoksik yang mengenali
polipeptida-poipeptida virus pada permukaan sel. Imunitas
humoral akan melindungi
inang terhadap infeksi ulang oleh virus yang sama (Jawetz,
Melnick, Aldelberg’s, 2001).
Epidemiologi penyakit Campak
Epidemiologi penyakit
Campak mempelajari tentang frekuensi, penyebaran dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1. Distribusi
Penyakit Campak
a. Orang
Campak adalah penyakit
menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak berdasarkan umur berbeda dari
satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya
daerah tersebut. Pada daerah urban yang berpenduduk
padat transmisi virus Campak sangat tinggi.
b. Tempat
Berdasarkan
tempat penyebaran penyakit Campak berbeda, dimana daerah perkotaan siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di daerah pedesaan penyakit Campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu terdapat penyakit Campak maka serangan dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok umur yang rentan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2008 terdapat
jumlah kasus Campak yaitu
3424 kasus di Jawa barat, di Banten 1552
kasus, di Jawa tengah 1001 kasus.
c. Waktu
Dari hasil penelitian
retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di Indonesia
sepanjang tahun, dimana peningkatan kasus terjadi pada bulan Maret
dan mencapai puncak pada
bulan Mei, Agustus, September dan oktober.
2.
Frekuensi
Penyakit Campak
Campak merupakan penyakit
endemis, terutama di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia .
Karena hampir semua
anak Indonesia
yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan
hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.
Mortalitas/kematian kasus
campak yang dirawat inap di Rumah Sakit
pada tahun 1982 adalah sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus
atau case fatality rate (CFR) sebesar 4,8%. Kemudian pada tahun 1984-1988 berdasarkan studi kasus
di rawat inap di rumah sakit terjadi peningkatan kasus pada bulan maret,dan
mencapai puncak pada bulan mei,agustus,September dan oktober. Dengan
menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan perincian
17,6% berumur<1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3%
berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang
rentan terhadap campak,yaitu daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi
buruk dan daya tahan tubuh yang lemah serta daerah dengan cakupan imunisasi
yang rendah.
Distribusi kelompok umur pada
KLB umumnya terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dan 5-9 tahun, dan pada
beherapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser
pada kelompok umur yang lebih tua (10-I4 tahun)
Selanjutnya kasus campak
mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun 1996 (16 kematian,CFR 0,6%).
3. Determinan
Penyakit Campak
Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu
daerah adalah :
a.
Faktor Host
1.
Status Imunisasi
Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit
Campak sangat besar. Dari hasil penyelidikan tim Ditjen PPM & PLP dan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia tentang KLB penyakit
Campak di Desa Cinta Manis Kecamatan
Banyuasin Sumatera Selatan (1996) dengan desain cross
sectional, ditemukan balita yang tidak mendapat imunisasi Campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk terkena campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.
2.
Status Gizi
Balita
dengan status gizi kurang mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit Campak dari pada balita dengan gizi baik.
Menurut
penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6 tahun yang status
gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang
Campak dibanding dengan anak yang
status gizinya baik.
b.
Faktor Agent
Penyebabnya
adalah virus morbili yang terdapat dalam secret (cairan) nasofaring(jaringan
antara tenggorokan dan hidung) dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah
timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili
Paramiksoviridae, genus Morbilivirus.
c.
Faktor Environment
1. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan
Desa
terpencil, pedalaman, daerah sulit,
daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap
penularan penyakit Campak
2
tingkat pengetahuan orangtua tentang penyakit
campak
Tingkat pengetahuan dari orang tua pun sangat
penting dalam penyebaran penyakit ini oleh karena itu kita perlu memberikan
pengetahuan kepada orang tua tentang penyakit ini, tentang penyebab, serta
proses perjalanan dari penyakit ini. juga tentang cara pencegahan dan
pengobatannya. Dimana kita tahu bahwa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
adalah dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi anak agar tidak mudah
timbul komplikasi yang berat.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular,
secara epidemiologi merupakan penyebab utama kematian terbesar pada anak.
Menurut etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari family
paramixoviridae, genus Morbilivirus , yang ditularkan secara droplet. Gejala
klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan
stadium konvalesensi. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara
aktif, pasif dan isolasi penderita. Serta pada Technical Consultative Groups
(TGC) Meeting di Dakka Bangladesh
tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi
dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada tahap ini terjadi penurunan
kasus dan kematian yang tajam, dan interval terjadinya KLB relative lebih
panjang
B. SARAN
Kita harus menerapkan pola hidup sehat,
utamanya untuk anak dan balita perlu mendapatkan asupan gizi yang cukup
sehingga status gizi anak pun menjadi lebih baik. Selalu menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan anak
sebelum makan.
Jika anak belum waktunya menerima imunisasi campak, atau karena hal tertentu dokter menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam dan jika sudah terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya berobat dan jika dalam kondisi yang lebih akut sebaiknya perlu dirujuk ke rumah sakit.
Jika anak belum waktunya menerima imunisasi campak, atau karena hal tertentu dokter menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam dan jika sudah terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya berobat dan jika dalam kondisi yang lebih akut sebaiknya perlu dirujuk ke rumah sakit.
Untuk para orangtua jangan mengabaikan vaksinasi
untuk anak karena anak atau balita yang
tidak mendapat imunisasi campak memiliki resiko 5 kali lebih besar untuk
terkena penyakit campak dibanding dengan anak atau balita yang mendapat
imunisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Keperawatan medikal Bedah. EGC : Jakarta
Donna L. Wong. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC : Jakarta
Kapita selekta Kedokteran Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.
Nelson. 1999. Ilmu Keperawatan Anak
Nelson, 2000. Ilmu
Kesehatan Anak Vol 2. Jakarta .
EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:
EGC.
Rampengan, T. H.
1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan Anak FKUI. Jakarta