BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Filariasis merupakan salah satu
penyakit yang termasuk endemis di Indonesia. Seiring dengan terjadinya
perubahan pola enyebaran penyakit di negara-negara sedang berkembang, penyakit
menular masih berperan sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian. Salah
satu penyakit menular adalah penyakit kaki gajah (Filariasis). Penyakit
ini merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Di
dalam tubuh manusia cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening(limfe),
dapat menyebabkan gejala klinis akut dan gejala kronis. Penyakit ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk. Akibat yang ditimbulkan pada stadium lanjut
(kronis) dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidupnya berupa
pembesaran kaki (seperti kaki gajah) dan pembesaran bagian bagian tubuh yang
lain seperti lengan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita
Pada
tahun 1994 World Health Organization (WHO) telah menyatakan bahwa
penyakit kaki gajah dapat di eleminasi dan dilanjutkan pada tahun 1997 World
Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi penyakit kaki
gajah dan pada tahun 2000 WHO telah menetapkan komitmen global untuk
mengeliminasi penyakit kaki gajah (“The Global Goal of Elimination of
Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by the year 2020”).
Di Indonesia penyakit kaki gajah
pertama kali ditemukan di Jakarta pada tahun 1889. Berdasarkan rapid mapping
kasus klinis kronis filariasis tahun 2000 wilayah Indonesia yang
menempati ranking tertinggi kejadian filariasis adalah Daerah Istimewa
Aceh dan Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan jumlah kasus masing-masing 1908
dan 1706 kasus kronis. Menurut Barodji dkk (1990 –1995) Wilayah Kabupaten
Flores Timur merupakan daerah endemis penyakit kaki gajah yangdisebabkan
oleh cacing Wuchereria bancrofti dan Brugia timori. Selanjutnya
oleh Partono dkk (1972) penyakit kaki gajah ditemukan di Sulawesi. Di
Kalimantan oleh Soedomo dkk (1980) Menyusul di Sumatra oleh Suzuki dkk (1981)
Sedangkan penyebab penyakit kaki gajah yang ditemukan di Sulawesi, Kalimantan
dan Sumatra tersebut adalah dari spesies Brugia malayi.
Selain ke tiga wilayah kepulauan
tersebutdiatas sebagaimana yang termuat didalam modul eleminasi penyakit kaki
gajah yang di terbitkan oleh Depkes. RI melalui Ditjen PPM & PLDirektorat
P2B2 Subdit Filariasis dan Schistosomiasis (2002) endemisitas kejadian
filariasis juga terdapat dibeberapa propinsi lainya di Indonesia,
diantaranya Kabupaten Bekasi Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Pekalongan Propinsi
Jawa Tengah, Kabupaten Lebak Tangerang Propinsi Banten, Batam Propinsi Riau,
Lampung Timur Propinsi Lampung, Mamuju Propinsi Sulawesi Selatan, Donggala
Propinsi Sulawesi Tengah, Kab. Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, Kabupaten
Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah, dan Kota Baru Propinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Harijani AM. (1981) ditemukan Brugia malayi di Kalimantan
Selatan bersifat Zoonosis karena dari penangkapan berbagai binatang,
kucing, monyet daun mengandung Brugia malayi stadium dewasa dan
vektornyadapat menggigit baik manusia maupun hewan.
1.2 RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN
a.
RUMUSAN
MASALAH
Tingginya
angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit kaki gajah (Filariasis)
b.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui pengertian penyakit kaki gajah
2.
Untuk
mengetahui etiologi, masa inkubasi, diagnosis penyakit kaki gajah
3.
Untuk
mengetahuicara penularan penyakit kaki gajah
4.
Untuk
mengetahui pencegahan dan penanggulangan penyakit kaki gajah
BAB
II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Pengertian penyakit kaki gajah (
FILARIASIS )
a.
Filariasis adalah
suatu infeksi cacing gelang melalui nyamuk yang hanya sesekali bersifat zoonik.
Dapat menimbulkan pembesaran yang menyolok dan cacat dari anggota tubuh
b.
Filariasis adalah
suatu kelompok penyakit yang disebabkan oleh filarioidea di negara-negara tropis dan sub tropis.
c.
Filariasis adalah
penyakit kaki gajah yang disebabkan oleh cacing benang (Kamus Besar Bahasa
Indonesia)
d.
Filariasis adalah
suatu penyakit infeksi yang dapat dipindahkan oleh cacing filaria ke tubuh
2.2 Etiologi penyakit
kaki gajah ( FILARIASIS )
Wuchereria bancrofti
hanya ditemukan pada manusia; Brugia malayi sering kali menyebar kepada
manusia melalui inang hewan. Parasit dewasa hidup di sistem limphatik.
Microfilaria yang dilepaskan oleh betina gravit ditemukan di darah perifer, biasanya
pada malam hari. Infeksi menyebar melalui banyak genera nyamuk; vektor Wuchereria
bancrofti adalah aedes, culex, dan anopheles; vektor Brugia malayi adalah anopheles dan mansonia.
Microfilaria dimakan oleh nyamuk, berkembang di otot torax serangga, dan
kemudian matur dan bermigrasi ke bagian mulut serangga. Jika nyamuk terinfeksi
menggigit inang baru, microfilaria masuk ke tempat gigitan dan akhirnya
mencapai saluran limfatik, dimana mereka manjadi matur.
Inflamasi dan fibrosis yang terjadi disekitar cacing dewasa
dan mudah menghasilkan obstruksi limfatik progresif. Microfilaria mungkin tidak
berperang langsung dalam reaksi inang.
2.3 Masa inkubasi dan diagnos
A.
Masa inkubasi


B. Diagnosis
Ø Diagnosis Klinik
Ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka kesakitan
akut dan menahun (Acute and Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala
klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis
adalah gejala dan pengalaman
limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun.
Ø
Diagnosis
Parasitologik
Ditemukan
mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat
dilakukan slang hari, 30 menit setelah diberi dietilkarbamasin 100 mg. Dari
mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
Pada keadaan amikrofilaremia seperti
pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult
filariasis,
maka
deteksi antibodi dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya
antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremi, tidak
membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi
metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati
diagnosis parasitologik, antibodi monokional terhadap O.gibsoni menunjukkan
korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.
Ø
Diagnosis
Epidemiologik
Endemisitas
filariasis suatu daerah ditentukan dengan menentukan microfilarial rate (mf
rate), Acute Disease Rate (ADR) dan Chronic Disease Rate (CDR) dengan memeriksa sedikitnya 10% dari jumlah penduduk.
Pendekatan praktis untuk menentukan
daerah endemis filariasis dapat
melalui penemuan penderita elefantiasis.
Dengan ditemukannya satu penderita elefantiasis di antara 1000 penduduk,
dapat diperkirakan ada 10 penderita klinis akut dan 100 yang mikrofilaremik.
2.5 Cara penularan
Seseorang
dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut
digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (
L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu
menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang
mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaki gajah ini melalui dua
tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua
perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
Gejala klinis
Filariais Akut adalah berupa ; Demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam
dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat ;
pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,
ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran
kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal
kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; filarial
abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat
pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran tungkai, lengan, buah
dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early
lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa pembesaran yang menetap
(elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis
skroti).
2.5 Pencegahan dan Penanggulangan
a. Pencegahan
Bagi
penderita penyakit gajah diharapkan kesadarannya untuk memeriksakan kedokter
dan mendapatkan penanganan obat-obtan sehingga tidak menyebarkan penularan
kepada masyarakat lainnya. Untuk itulah perlu adanya pendidikan dan pengenalan
penyakit kepada penderita dan warga sekitarnya.
Pemberantasan
nyamuk diwilayah masing-masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai
penularan penyakit ini. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting
untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.
b. Penanggulangan
Tujuan
utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah
membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga
tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.
Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Penderita yang mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik.
Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat ataudalam keadaan lemah.
Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah membesar) karena tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah lanjutan seperti tindakan operasi.
BAB
III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT FILARIASIS
Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit filaria yang menyerang kelenjar dan
pembuluh getah bening Di Indonesia filariasis limfatik disebabkan oleh Wuchereria
bancrofti (filariasis bancrofti) serta Brugia
malayi dan Brugiatimori (filariasis brugia) dan dikenal umum sebagai
penyakit kaki gajah atau demam kaki gajah. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
ditemukan mikrofilaria dalam peredaran darah.
W. bancrofti dan B. timori hanya ditemukan pada
manusia. Berdasarkan sifat biologik B. malayi di
Indonesia didapatkan dua bentuk yaitu bentuk zoophilic dan anthropophilic.
Periodisitas mikrofilaria di peredaran darah pada jenis infeksi yang hanya
ditemukan pada manusia bersifat noktumal, sedangkan yang ditemukan pada manusia
dan hewan (kera dan kucing) dapat aperiodik, sub-periodik atau periodik.
Filariasis ditularkan melalui vektor nyamuk Culex quinque-fasciatus di daerah perkotaan
dan oleh Anopheles spp., Aedes spp. dan Mansonia spp. di daerah pedesaan. Di dalam nyamuk,
mikrofilaria yang terisap bersama darah berkembang menjadi larva infektif.
Larva infektif masuk secara aktif ke dalam tubuh hospes waktu nyamuk menggigit
hospes dan berkembang menjadi dewasa yang melepaskan mikrofilaria ke dalam
peredaran darah. Filariasis ditemukan
di berbagai daerah dataran rendah yang berawa dengan hutan-hutan belukar yang
umumnya didapat di pedesaan di luar JawaBali. Filariasis brugia hanya ditemukan di pedesaan sedangkan filariasis
bancrofti didapatkan juga di perkotaan. Prevalensi filariasis bervariasi antara 2% sampai 70% pada tahun 1987.
Penyakit kaki
gajah di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, Brugiatimori, sedangkan vektor penyakitnya adalah
nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor filaria
di Indonesia hingga saat ini telah diketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari
genus Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres. Menurut
Soedarto (1989) sejumlah nyamuk yang termasuk dalam genus Culex dikenal
sebagai vektor penyakit menular. Culex gunguefasciatus atau Culex
fatigans menyukai air tanah dan rawa-rawa sebagai tempat berkembang
biaknya, vektor ini dapat menularkan demam kaki gajah pada manusia. Beberapa
jenis culex lainnya berkembang biaknya berbeda-beda jenisnya baik berupa
air hujan dan air lainnya yang mempunyai kadar bahan organik yang tinggi.
Umumnya menyukai segala jenis genangan air terutama yang terkena sinar
matahari. Menurut Hudoyo (1983) Anopheles barbirotris tempat
perkembangannya adalah di air tawar yang tergenang di tempat terbuka baik
alamiah (rawa-rawa) maupun buatan atau kolam, di air mengalir yang
perlahan-lahan ditumbuhi tanaman air. Di
beberapa daerah, terutama di pedesaan penyakit ini masih endemis. Sumber
penularnya adalah penderita penyakit kaki gajah baik yang sudah menimbulkan
gejala-gejala ataupun tidak, karena didalam darah terdapat mikrofilaria yang dapat
ditularkan oleh nyamuk.
Menurut Menkes (2009) menyebutkan, saat ini di
Indonesia tercatat 11 ribu orang menderita penyakit kaki gajah yang tampak,
dimana telah terjadi pembesaran di kaki dan kelenjar getah bening lainnya.
Pendudu yang terinfeksi tentunya jauh lebih banyak, mereka akan diketahui
setelah dilakukan tes darah.
Tetapi hal
ini juga sulit dilakukan karena micro filaria hanya dapat terdeteksi pada malam
hari, sehingga penemuan kasus Filariasis
menjadi sulit. Dijelaskannya, filariasis
ditularkan melalui nyamuk, karena sifatnya yang demikian maka hal yang harus
dilakukan yakni, jika ada seseorang di suatu daerah terkena kaki gajah maka
harus dilakukan pengobatan bagi seluruh penduduk dengan pemberian obat
(pengobatan masal) satu kali selama satu tahun berturut turut hingga lima
tahun.
Di Indonesia sebenarnya sudah memiliki program
pengobatan masal hasil rekomendasi WHO ini sejak tahun 1970-an dan sudah ada
maping yang menunjukkan bahwa filariasis
terjadi di 386 kab/kota bukan hanya di kantong-kantong tetapi sudah merata, sejak
tahun 2002 juga sudah dilakukan pengobatan masal, ada sekitar 32 juta orang
yang sudah meminum obat. Untuk itu menurutnya, filariasis harus diatasi secara serius karena selain menyebabkan
orang menjadi tidak produktif, meskipun dapat sembuh namun akan terjadi
kecacatan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
·
Penyakit
Kaki Gajah (Filariasis atau Elephantiasis) adalah golongan penyakit menular
yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis
nyamuk.
·
Seseorang
dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut
digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (
L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu
menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang
mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua
tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua
perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
·
Gejala klinis
Filariais Akut adalah berupa ; Demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam
dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat ;
pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,
ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
·
Tujuan
utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah
membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga
tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.
4.2 SARAN
·
Menjaga
kebersihan diri dan lingkungan merupakan syarat utama untuk menghindari infeksi
filariasis.
·
Pemberantasan
nyamuk dewasa dan larva perlu dilakukan sesuai aturan dan indikasi.
·
Pemerintah
harus terjun langsung kemasyarakat untuk memberikan penyuluhan kepada masyakat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
BARR, A. R.
1969. 1970. In: Proceedings of the 37th Annual Conference of the California Mosquito Control Association Inc.,
2.
Basundari Sri Utami, 1990, Pusat
Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
3. Cartel JL, et al. 1992. Wuchereria bancrofti infection in human and mosquito
populations of a Polynesian village ten years after interruption of mass
chemoprophylaxix with diethylcarbamazine. Trans R Soc
Trop Med Hyg.
4. Chandra G et al,
1996. Age composition of filarial vector Culex quinquefasciatus (Diptera: Culicidae) in Calcutta. Bull Ent Res.
5.
Depkes
RI,Ditjen PPM & PL- Direktorat P2B2 Subdit Filariasis &
Schistosomiasis, 2002, Pedoman Pengobatan Massal Penyakit Kaki Gajah
(Filariasis), Jakarta.
9. Taylor MJ et all 2001.
A new approach to the treatment of filariasis. Curr Opin
Infect Dis.
10. The Carter
Center, 2007, Summary of the Third Meeting of the International Task Force for
Disease Eradication
Tidak ada komentar:
Posting Komentar