PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
WHO mendefinisikan kesehatan adalah kondisi
fisik, mental dan social yang sempurna, bukan hanya ketidakhadiran penyakit
belaka. Jika definisi ini dikaji
lebih jauh, tidak banyak manusia yang benar-benar sakit. Tetapi hal ini bukan
berarti bahwa semua manusia selalu mempunyai penyakit. (Soekidjo Natoatmodjo.
2007)
Sedangkan penyakit menurut cunningham dan
saigo (2001), Penyakit merupakan perubahan yang mengganggu kondisi tubuh
sebagai respon dari faktor lingkungan yang mungkin berupa nutrisi, kimia,
biologi atau psikologi. Dalam hal ini lingkungan paling berpengaruh pada
terjadinya penyakit.
H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan
timbulnya masalah kesehatan. Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life
style), faktor lingkungan
(sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor
pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat
faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan
derajat kesehatan masyarakat.
Salah satu penyakit yang terkait dengan
faktor determinan di atas adalah TB
(Tuberkulosis) yang merupakan suatu penyakit yang di dapat dari fenomena alam
dan lingkungan yang menyerang organ paru-paru, dan di sebabkan oleh bakteri.
Penyakit Tuberculosis (TBC) adalah penyakit
menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan
merupakan salah satu penyakit infeksi kronis menular yang menjadi masalah
kesehatan. Penyakit yang sudah cukup lama ada ini merupakan masalah global di
dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri
ini. Hal-hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TBC di dunia
antara lain karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur usia manusia yang hidup, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi
di negara-negara miskin, tidak memadainya pendidikan mengenai TBC di antara
para dokter, kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik dan pengawasan kasus
TBC serta adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.
Di negara maju dapat dikatakan penyakit TBC
dapat dikendalikan, namun adanya peningkatan kasus penyakit HIV merupakan
ancaman yang sangat potensial dalam peningkatan kasus penyakit TBC baru. Pada
tahun 1995 di seluruh dunia terdapat 17 juta kasus infeksi HIV dan kira - kira
ada 6 juta kasus AIDS pada orang dewasa dan anak sejak timbulnya pandemi HIV.
Kira-kira sepertiga dari semua orang yang terinfeksi HIV juga teinfeksi
tuberkulosis, Dari jumlah ini 70% berada di Afrika, 20% di Asia dan 80% di
Amerika latin.
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit
TBC pada tahun 1993, karena di sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC
tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak
berhasil disembuhkan.
Dinegara-negara miskin kematian TBC
merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia
Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TBC global yakni sekitar
38% dari kasus TBC dunia.
Pada tahun 1995, ada sekitar 9 juta pasien
TBC baru dan 3 juta kematian akibat TBC di dunia. Diperkirakan 7-8 juta yang
terkena TBC di negara berkembang, ini terjadi karena tidak ada peningkatan yang
signifikan di dalam upaya pencegahannya dalam tahun 1999-2020. WHO
memperkirakan dalam dua dekade pertama di abad 20, satu miliar orang akan
terinfeksi per 200 orang berkembang menjadi TBC aktif dan 70 juta orang akan
mati akibat penyakit ini. Penyebab kematian wanita akibat TBC lebih banyak
daripada akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TBC adalah
kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan
seorang pasien TBC dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4
bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah
tangganya sekitar 20 - 30 %. Jika meninggal akibat TBC, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TBC juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh
masyarakat.
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak
di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total
jumlah pasien TBC didunia. Diperkirakan pada tahun XXXX, setiap tahun ada
539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang sedangkan angka kematian di
Indonesia tahun XXXX sebesar 41/100.000 penduduk.
Survei pravelensi TBC yang di lakukan di
enam propinsi pada tahun 1983-1993. Menunjukan bahwa pravelensi TBC di
indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65 %. Sedangkan menurut laporan
penanggulangan TBC Global yang di keluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka
insiden TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000
penduduk), dan 46 % di antaranya di perkirakan merupakan kasus baru.
Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes
RI tahun 1992, menunjukan bahwa Tuberkulosis merupakan penyakit kedua penyebab
kematian, sedangkan pada tahun 1986 meruoakan penyebab kematian keempat. Pada
tahun 1999 WHO Global Surveilance memperkirakan di indonesia terdapat 583.000
penderita Tuberkulosis baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insiden
rate kira-kira 130 per 100.000. penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis di
perkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TBC dari tahun ke tahun di
indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC
paru, dan setiap dua menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di indonesia.
Berdasarkan data pada puskesmas Wajo,
penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit dari sepuluh penyakit terbesar yang di derita
masyarakat setempat. Pada puskesmas Wajo dari tahun 2006 – 2010 terjadi peningkatan
penderita, hal ini menunjukan bahwa upaya-upaya yang di lakukan pihak puskesmas
mengalami keberhasilan. Adapun upaya-upaya yang di lakukan pihak puskesmas baik
dari segi promotif preventif melalui penyuluhan, maupun kuratif melalui
pemeriksaan dahak dan pemberian obat.
2.
TUJUAN
PRAKTIKUM
2.1.
Tujuan
Umum
Untuk mengetahui gambaran umum penyakit
Tuberkulosis di Puskesmas Wajo.
2.2. Tujuan Khusus
-
Untuk mengetahui Distribusi
Penyakit Tuberkulosis menurut orang pada Puskesmas Wajo.
-
Untuk mengetahui Distribusi Penyakit
ITuberkulosis menurut tempat pada Puskesmas Wajo.
-
Untuk mengetahui Distribusi
Penyakit Tuberkulosis menurut waktu pada Puskesmas Wajo.
-
Untuk mengetahui Disrtibusi penyakit tuberkulosis menurut
kelompok umur pada puskesmas Wajo
3.
MANFAAT
PRAKTIKUM
-
Bagi Puskesmas wajo
Sebagai bahan informasi penting dan dapat digunakan untuk penentu
kebijakan selanjutnya.
-
Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai informasi dan sebagai bahan masukan agar
masyarakat lebih meningkatkan lagi kesehatannya
-
Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan,khususnya tentang hal-hal yang berhubungan
dengn penyakit Tuberkulosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Tinjauan Umum
Surveilance
Sejarah Singkat
Surveillance
Awalnya hanya berkaitan dengan penyakit yang
mengancam jiwa manusia, sehingga kematian karena penyakit tertentu saja yang
jadi perhatian Eropa (1348) Black Death surveilans secara primitif
John Graunt pencatatan secara ilmiah, orang
yang pertama kali mempelajari konsep jumlah dan pola penyakit secara
epidemiologi.
William Farr penemu konsep surveilans secara
modern. Setelah perang dunia dua ilmu kesmas berkembang sehingga tidak sebatas
penderita saja.
Devinisi
Bahasa Perancis CDC :“the on going systematic collection,analysis and
interpretation of health data essential to the planning, implementation,and
evaluation of public health practice,closely integrated with the timely
disemanation of these data to those who need to know. The final link of the
surveillance chain is the application of these data to prevention and control”
Noor Nasry Noor : survailance epidemiologi
adalah pengamatan secara teratur dan terus-menerus terhadap semua aspek
tertentu baik keadaan maupun penyebarannnya dalam suatu masyarakat terteentu
untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.
Dalam surveilans terdapat
kegiatan pokok yaitu
1. Pengumpulan data
a. Data
primer adalah data yang di peroleh secara langsung pada orang yang yang
terlibat langsung.
b. Data
sekunder adalah data yang sudah ada dari institusi tertentu seperti puskesmas dll.
2. Pengolahan data adalah suatu sistem yang akan mengolah masukan berupa bahan
baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran berupa bahan jadi.
3. Analisis data adalah proses pengelompokan data menurut
orang yang terdiri dari jenis kelamin, umur, menurut waktu kejadian dan menurut
tempat (lokasi kejadian).dengan menggunakan
statistik deskriptif
Sedangkan yang menjadi
tujuan dalam surveilans ini yaitu untuk mengetahui distribusi geografis,
penyakit-penyakit endemis dan penyakit-penyakit yang menimbulkan epedemi,
mengetahui periodisitas suatu penyakit dan situasi penyakit-penyakit tertentu
di seluruh wilayah.
2.
TINJAUAN
PENYAKIT TUBERKULOSIS
a.
Pengertian
Tuberkulosis
adalah penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara
pernapasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui
saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh
lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar
paru.
b. Gejala
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian,
yaitu gejala umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan
diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang
tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.
1. Gejala umum
(Sistemik)
·
Demam
tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
·
Penurunan
nafsu makan dan berat badan.Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat
disertai dengan darah).
·
Perasaan
tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
(Khas)
·
Tergantung
dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak
·
Kalau
ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
·
Bila
mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
·
Pada
anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada penderita usia anak-anak apabila tidak
menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak
dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak
usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa
dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.
Penegakan Diagnosis
pada TBC
Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular
penyakit TBC, Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk
memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :
·
Anamnesa
baik terhadap pasien maupun keluarganya.
·
Pemeriksaan
fisik secara langsung.
·
Pemeriksaan
laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
·
Pemeriksaan
patologi anatomi (PA).
·
Rontgen
dada (thorax photo).
·
dan Uji tuberkulin.
3.
Penyebab
Penyakit
TBC disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa, Bakteri ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka
bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC pada
paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).
4.
Cara Penularan
Penularan penyakit TBC
adalah melalui udara yang tercemar oleh Mikobakterium tuberkulosa yang
dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak
umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC.
Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi
banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan
bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain
seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya
meski yang paling banyak adalah organ paru.
Masuknya Mikobakterium
tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana
segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular).
Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri
TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri
TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai
tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.
Seseorang dengan kondisi
daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh
rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga
tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul
membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi
sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan
tuberkel dan positif terinfeksi TBC.
5.
Pengobatan
Pengobatan bagi penderita
penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar dari 6 bulan
sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat disembuhkan secara
total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan
dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik.
Selama proses pengobatan,
untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita
untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen
setiap 3 bulannya. Adapun obat-obtan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid
dan rifampin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena
adanya kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan
memutuskan memberikan tambahan obat seperti pyrazinamide dan streptomycin
sulfate atau ethambutol HCL sebagai satu kesatuan yang dikenal 'Triple
Drug'.
6.
Pencegahan
Pencegahan
penyakit TB dengan cara yaitu : Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita
tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan kuman TBC. Dengan pola hidup sehat
maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk memberikan perlindungan,
sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan timbul gejala. Pola
hidup sehat adalah dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu menjaga
kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah harus mendapatkan sinar
matahari yang cukup (tidak lembab), dll. Selain itu hindari terkena percikan
batuk dari penderita TBC.
7.
Faktor
– Faktor Yang Mempengaruhi Tuberkulosis
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
penyakit tuberkulosis adalah sebagai berikut :
1. Faktor
umur
Faktor
umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyakit Tuberkulosis. Dari hasil penelitian
yang di laksanakan di New York pada panti penempungan orang-orang gelandangan
menunjukan bahwa kemungkinan mendapat infeksi Tuberkulosis aktif meningkat
bermakna sesuia dengan umur. Insiden tertinggi Tuberkulosis paru mengenai
usia dewasa muda.
2. Faktor
jenis kelamin
Selain
faktor umur, jenis kelamin uga sangat mempengaruhi penyakit tuberkulosis.
Berdasarkan beberapa penelitian, penderita tertinggi penderita tuberkulosis
adalah laki-laki di bandingkan dengan perempuan karena laki-laki sebagian besar
mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya penyakit
tuberkulosis.
3. Tingkat
pendidikan
Tingkat
pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang di
antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan
pentakit TBC, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat
pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaanya.
4. Pekerjaan
Jenis
pekerjaan menentukan faktor resiko apa yang harus di hadapi setiap individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan
kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya
gejala penyakit saluran pernapasan dan umumnya TBC. Jenis pekerjaan sesorang
juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak
terhadap pola hidup sehari-hari di antara kondisi makanan, pemeliharaan
kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah
(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi
anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan
untuk terkena penyakit infeksi di antaranya TB paru. Dalam hal jenis kontruksi
rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumahyang dimiliki
tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempengaruhi terjadinya penularan
penyakit TBC.
5. Kebiasaan
merokok
Meroko
di ketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan
kanker paru-paru, penykit jantun koroner, brinchhitis kronik dan kanker kandung
kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terjadi infeksi TBC.
6. Kondisi
rumah
Kondisi
rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman. Lantai dan
dinding yang sulit di bersihkan akan memyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
di jadikan sebagai media yang baik bagi berkembang biakan kuman mycobacterium
tuberkulosis.
7. Status
gizi
Haisl
penelitian menunjukan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko
3,7 kali untuk menderita TB paru berat di bandingkan dengan orang yang
berstatus gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap
penyakit.
8. Keadaan
sosial ekonomi
Keadaan
sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan,
gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan
sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka
akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena
infeksi TBC.
9. Perilaku
Perilaku
dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TBC
yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi
sumber penularan bagi orang di sekelilingnya.
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan Survailance tentang Penyakit
Tuberkulosis bertempat di Puskesmas Wajo kel. murhum pada tanggal 6, 8, 10 April dan tgl 25 Mei 2011.
2.
Peserta
pelaksanaaan Surveilance di Puskesmas Wolio yaitu :
Peserta pelaksana surveilans tentang
penyakit tuberkulosis oleh kelompok 4 sebanyak 9 orang.
3. Jenis dan Sumber Data
3.1 Jenis Data
3.1.1
Data Primer
Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung pada orang
yang terlibat secara langsung dari pada lokasi kejadian.
3.1.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari institusi kesehatan
yaitu puskesmas.
3.2 Sumber Data
Data bersumber dari puskesmas atau instansi
kesehatan yang merupakaan data sekunder dan data primer yaitu hasil wawancara
dengan pemegang program penyakit Tuberkulosis.
4.
Pengumpulan
Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder
yang langsung diambil dari buku register puskesmas.
5.
Pengolahan
Data
Data diolah secara manual dan dikelompokan
menurut orang, tempat dan waktu.
6.
Analisis
Data
Data dianalisis menurut orang yang terdiri
dari umur, menurut waktu kejadian dan menurut tempat (lokasi Kejadian).
Definisi Operasional
2. Tuberkulosis
(TB) merupakan penyakit menular kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis.
3. Mycobacterium
tuberculosis adalah bakteri yang menyebkan penyakit TBC.
4. BTA (Batang Tahan Asam)
BAB IV
HASIL
1. GAMBARAN
UMUM PUSKESMAS WAJO
A.
Letak
Geografis Dan Jangkauan
Puskesmas Wajo terletak di
kelurahan Lamangga yang merupakan salah satu Puskesmas dari tiga buah Puskesmas
yang berada di Kecamatan Murhum. Puskesmas Wajo berjarak kurang lebih 2
kilometer ke arah Selatan dari Pusat Kota Bau-Bau. Wilayah kerja Puskesmas Wajo
sebagian terdiri dari daerah dataran dan sebahagian lagi adalah daerah yang
berbukit-bukit namun masih dapat dijangkau oleh kendaraan roda dua maupun
kendaraan roda empat.
B. Batas
Dan Luas Wilayah Kerja
Puskesmas
Wajo mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :
-
Sebelah
Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Meo – Meo
-
Sebelah
Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Katobengke.
-
Sebelah
Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Betoambari.
-
Sebelah
Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Bataraguru.
dan wilayah
kerja puskesmas Waborobo.
Adapun wilayah kerja Puskesmas Wajo
terdiri dari 5 Kelurahan yang masing-masing adalah sebagai berikut :
1. Kelurahan Lamangga dengan luas wilayah kurang lebih 1,00
km2
2. Kelurahan
Wajo dengan luas wilayah kurang lebih 1,00 km2.
3. Kelurahan
Melai dengan luas wilayah kurang lebih 0,37km2
4. Kelurahan
Baadia dengan luas wilayah kurang lebih 2,00km2
5. Kelurahan Tangana Pada dengan luas wilayah kurang lebih 2
km2
C. Jumlah Dan
Distribusi Penduduk
Jumlah
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wajo sampai tahun 2010
adalah jiwa dengan distribusi
sebagai berikut:
NO.
|
KELURAHAN
|
LAKI
- LAKI
|
PEREMPUAN
|
JUMLAH
|
1.
|
Baadia
|
1.147
|
1.202
|
2.349
|
2.
|
Melai
|
897
|
942
|
1.837
|
3.
|
Wajo
|
2.004
|
2.053
|
4.057
|
4.
|
Lamangga
|
2.418
|
2.503
|
4.921
|
5.
|
Tanganapada
|
1.875
|
2.052
|
3.927
|
Jumlah
|
8.339
|
8.752
|
17.091
|
Sumber : Pendataan Tingkat Puskesmas Wajo, per
Januari 2010
2.
Pengumpulan
Data
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari buku registrasi Puskesmas wajo.
3.
Pengolahan
dan Analisis Data
Data yang kami peroleh diolah secara manual dan
di analisis menurut orang yang terdiri dari jenis kelamin dan umur,menurut
waktu yang merupakan saat kejadian dan tempat yang menjadi lokasi kejadian dari
penderita Penyakit Tuberkulosis yang ada pada Puskesmas wajo.
4.
Distribusi
Penyakit Menurut Waktu
Tabel
4.1
Distribusi
Penyakit Tuberkulosis
Menurut
Waktu di Puskesmas wajo Kel.Murhum
Tahun
2006 s.d 2010
TAHUN
|
PENDERITA
|
%
|
2006
|
6
|
5,04
|
2007
|
23
|
19,32
|
2008
|
28
|
23,52
|
2009
|
22
|
18,48
|
2010
|
40
|
33,61
|
JUMLAH
|
119
|
100
|
Sumber :
data sekunder 2006 s.d. 2010
Berdasarkan data tersebut,bahwa penderita
Tuberkulosis tertinggi yaitu pada tahun 2010, dimana terdapat 40 orang
penderita penyakit Tuberkulosis. Pada
tahun 2006 yaitu angka terendah pada penyakit Tuberkulosis yaitu
terdapat 6 orang penderita penyakit Tuberkulosis.
5.
Distribusi
Penyakit Menurut Tempat
Tabel 5.1
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Tempat di Puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d 2010
KELURAHAN
|
PENDERITA
|
%
|
WAJO
|
29
|
24,36
|
LAMANGGA
|
28
|
23,52
|
MELAI
|
12
|
10,08
|
BAADIA
|
11
|
9,24
|
TANGANAPADA
|
31
|
26,05
|
LAINNYA
|
8
|
6,77
|
JUMLAH
|
119
|
100
|
Sumber
Data Sekunder Tahun 2006 s.d. 2010
Berdasarkan
data diatas, menunjukkan bahwa kasus Penderita Tuberkulosis tertinggi yaitu
terdapat pada daerah tanganapada sebanyak 31 (26,05 %). Dan yang terendah terdapat pada daerah lainnya
yaitu terdapat 8 penderita (6,72 %). Maksud lainnya disini adalah penderita
yang datang berobat yang berasal dari luar wilayah kerja puskesmas wajo.
6.
Distribusi
penyakit menurut orang
Tabel 6.1
Distribusi penyakit tuberkulosis
Menurut orang pada puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d.2010
KELOMPOK
|
|
JUMLAH
|
%
|
||||||
UMUR
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
||||
1 – 10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5
|
5
|
4,26
|
||
11 – 20
|
4
|
3
|
3
|
3
|
5
|
18
|
15,12
|
||
21 – 30
|
1
|
6
|
6
|
13
|
13
|
38
|
31,93
|
||
31 – 40
|
1
|
4
|
6
|
2
|
6
|
19
|
15,96
|
||
41 – 50
|
-
|
6
|
7
|
3
|
4
|
20
|
16,8
|
||
51 – 60
|
-
|
4
|
3
|
1
|
3
|
11
|
9,24
|
||
61 – 70
|
-
|
1
|
3
|
-
|
4
|
8
|
6,72
|
||
JUMLAH
|
6
|
23
|
28
|
22
|
40
|
119
|
100
|
Sumber : data sekunder 2006 s.d 2010
Berdasarkan data tersebut kelompok umur tertinggi adalh kelompok umur 21-30
tahun yaitu terdapat 38 penderita (31,93 %). Sedangkan penderita terendah
terdapat pada kelompok umur 1 – 5 tahun yaitu terdapat 5 penderita (4,54 %).
Tabel 6.2
Distribusi penderita penyakit
tuberkulosis
Menurut jenis kelamin pada
puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d. 2010
JENIS KELAMIN
|
|
JUMLAH
|
%
|
||||||
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
|||||
LAKI-LAKI
|
2
|
11
|
14
|
13
|
24
|
64
|
53,78
|
||
PEREMPUAN
|
4
|
12
|
14
|
9
|
16
|
55
|
46,21
|
||
JUMLAH
|
6
|
21
|
28
|
22
|
40
|
119
|
100
|
Sumber : data sekunder puskesmas wajo
tahun 2006 s.d. 2010
Berdasrkan data di atas di ketahui bahwa
jumlah penderita tuberkulosis pada puskesmas wajo menurut jenis kelamin
tertinggi adalah laki-laki yaitu terdapat 64 penderita (53,78 %). Sedangkan
penderita terendah adalah perempuan yaitu terdapat 55 penderita (46,21 %).
7.
Distribusi
Penyakit Tuberkulosis Di Puskesmas Wajo Dari Tahun 2006 Sampai 2010.
Tabel 7.1
Distribusi penderita
tuberkulosis
Menurut waktu pada puskesmas
wajo
Tahun 2006 sampai 2010
|
TAHUN
|
JUMLAH
|
%
|
||
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
|||
2006
|
2
|
4
|
6
|
5,04
|
2007
|
11
|
12
|
23
|
19,32
|
2008
|
14
|
14
|
28
|
23,52
|
2009
|
13
|
9
|
22
|
18,48
|
2010
|
24
|
16
|
40
|
33,61
|
JUMLAH
|
64
|
55
|
119
|
100
|
Sumber : data sekunder
2006 s.d. 2010
Berdasarkan data tersebut di ketahui bahwa
distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu tertinggi pada tahun 2010.
Sedangkan distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu terendah yaitu pada tahun 2006.
BAB
V
PEMBAHASAN
1.
Pengumpulan
Data
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder
yang langsung diperoleh dari buku register puskesmas wajo.
2.
Pengumpulan
Data dan Analisis Data
Data yang kami peroleh diolah secara manual dan
di analisis menurut orang yang terdiri dari jenis kelamin dan umur,menurut waktu
yang merupakan saat kejadian dan tempat yang menjadi lokasi kejadian dari
penderita Penyakit Tuberkulosis yang ada pada puskesmas wajo.
3.
Distribusi
Penyakit Menurut Waktu
Tabel
3.1
Distribusi
Penderita Tuberkulosis
Menurut
waktu pada puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d.2009
TAHUN
|
|
JUMLAH
|
%
|
|||
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
|||||
2006
|
2
|
4
|
6
|
5,04
|
||
2007
|
11
|
12
|
23
|
19,32
|
||
2008
|
14
|
14
|
28
|
23,52
|
||
2009
|
13
|
9
|
22
|
18,48
|
||
2010
|
24
|
16
|
40
|
33,61
|
||
JUMLAH
|
64
|
55
|
119
|
100
|
Sumber : data sekunder 2006 s.d. 2010
Berdasarkan data tersebut di ketahui bahwa
distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu tertinggi pada tahun 2010.
Sedangkan distribusi penyakit tuberkulosis menurut waktu terendah yaitu pada tahun 2006. Karena pada tahun 2006, pengetahuan
masyarakat akan Penyakit TBC masih rendah sehingga mereka enggan memeriksakan
diri ke puskesmas dan cenderung berdiam diri. Sedangkan tejadi peningkatan pada
tahun 2010 karena pengetahuan masyarakat
tentang penyakit tuberkulasis meningkat sehingga apabila mereka menemukan
tanda-tanda penyakit TBC maka mereka segera memeriksakan diri ke pusat
pelayanan kesehatan dan setelah di periksa positif terkena TBC.
4.
Distribusi
Penyakit Menurut Tempat
Grafik 4.1
Grafik distibusi penyakit
menurut tempat
Pada puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d. 2010.

Sumber :
data sekunder puskesmas wajo 2006 s.d. 2010
Berdasarkan grafik di atas, di ketahui bahwa
penderita tuberkulosis tertinggi terdapat di kelurahan tanganapada jika di
bandingkan dengan kelurah-kelurahan yang lain. Karena pengetahuan dan kesadaran
masyarakat yang tinggi akan penyakit TBC sehingga mereka mau memeriksakan diri dan
setelah di periksa mereka mengidap penyakit ini. Dan sebagian besar mereka yang
datang memeriksakan diri berasal dari
kelurahan tanganapada. Sedangkan pada masyarakat kelurahan wajo dan lamangga lebih memilih pengobatan ke
tempat dokter praktek.
5.
Distribusi
Penyakit Menurut Orang
Tabel 5.1
Distribusi penyakit tuberkulosis
Menurut orang pada puskesmas
wajo
Tahun 2006 s.d.2010
KELOMPOK
|
|
JUMLAH
|
%
|
||||||
UMUR
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
||||
1 – 10
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5
|
5
|
4,26
|
||
11 – 20
|
4
|
3
|
3
|
3
|
5
|
18
|
15,12
|
||
21 – 30
|
1
|
6
|
6
|
13
|
13
|
38
|
31,93
|
||
31 – 40
|
1
|
4
|
6
|
2
|
6
|
19
|
15,96
|
||
41 – 50
|
-
|
6
|
7
|
3
|
4
|
20
|
16,8
|
||
51 – 60
|
-
|
4
|
3
|
1
|
3
|
11
|
9,24
|
||
61 – 70
|
-
|
1
|
3
|
-
|
4
|
8
|
6,72
|
||
JUMLAH
|
6
|
23
|
28
|
22
|
40
|
119
|
100
|
Sumber : data sekunder 2006 s.d 2010
Berdasarkan data tersebut kelompok umur tertinggi adalah kelompok umur 21-30
tahun yaitu terdapat 38 penderita (31,93 %). Sedangkan penderita terendah
terdapat pada kelompok umur 1 - 10 Tahun
yaitu terdapat 5 penderita (4,20 %). Hal ini Karena pada kelompok umur 21 - 30
merupakan usia produktif. Adapun beberapa hal yang mempengaruhi meningkatnya
penderita pada kelompok umur ini karena :
1. Kebiasaan
merokok
2. Pekerjaan
3. Tingkat
pendidikan
4. Status
gizi
5. Keadaan
sosial ekonomi
6. Perilaku
6.
Grafik
Distribusi Penyakit Tuberkulosis Puskesmas Wajo Dari Tahun 2006 Sampai Tahun
2010.
Grafik 6.1
Grafik distribusi penyakit
tuberkulosis di puskesmas wajo
Tahun 2006 sampai 2010

Sumber : data sekunder 2006 s.d. 2010
Berdasarkan
grafik di atas di ketahui bahwa penderita Tuberkulosis tertinggi terdapat di
kelurahan Tanganapada dengan jumlah
penderita sebanyak 31 orang (26,05). Karena pengetahuan dan kesadaran
masyarakat yang tinggi akan penyakit
TBC sehingga mereka mau memeriksakan
diri dan setelah di periksa mereka mengidap penyakit ini. Dan sebagian besar
mereka yang datang memeriksakan diri
berasal dari kelurahan tanganapada. Sedangkan yang terendah berasal dari
kelurahn lain yang bukan merupakan wilayah kerja puskesmas wajo.
7.
Tren
penyakit di puskesmas wajo dari tahun 2006 sampai 2010.
Grafik 7.1
Grafik tern penyakit
Tuberkulosis Pada puskesmas Wajo
Dari tahun 2006 sampai 2010

Sumber : data sekunder
2006 s.d. 2010
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa dari tahun 2006 sampai 2010
terjadi peningkatan penderita. Hal ini karena upaya-upaya yang di lakukan pihak
puskesmas mengalami keberhasilan. Adapun upaya-upaya yang di lakukan adalah
preventif dan promotif melalui penyuluhan dan kuratif melalui pemeriksaan
dahak.
Dengan upaya – upaya yang di lakukan oleh pihak puskesmas maka
pengetahuan masyarakat akan meningkat
sehingga apabila di temukan gejala-gejala TBC, mereka langsung memeriksakan
diri ke puskesmas. Sehinnga terjadi peningkatan.
8. Epidemiologi Penyakit
Tuberkulosis di Indonesia
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak
di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total
jumlah pasien TBC didunia. Diperkirakan pada tahun XXXX, setiap tahun ada
539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang sedangkan angka kematian di
Indonesia tahun XXXX sebesar 41/100.000 penduduk.
Survei pravelensi TBC yang di lakukan di
enam propinsi pada tahun 1983-1993. Menunjukan bahwa pravelensi TBC di indonesia
berkisar antara 0,2 – 0,65 %. Sedangkan menurut laporan penanggulangan TBC
Global yang di keluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insiden TBC pada tahun
2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46 % di antaranya
di perkirakan merupakan kasus baru.
Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes
RI tahun 1992, menunjukan bahwa Tuberkulosis merupakan penyakit kedua penyebab
kematian, sedangkan pada tahun 1986 meruoakan penyebab kematian keempat. Pada
tahun 1999 WHO Global Surveilance memperkirakan di indonesia terdapat 583.000
penderita Tuberkulosis baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insiden
rate kira-kira 130 per 100.000. penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis di
perkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TBC dari tahun ke tahun di
indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC
paru, dan setiap dua menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di indonesia.
9.
SPOT
MAP KELURAHAN

BAB
VI
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan data penderita penyakit tuberkulosis pada puskesmas wajo
kecamatan murhum dapat di simpulkan bahwa :
1. Dari
tahun 2006 sampai 2010 terjadi peningkatan penderita karena pengetahuan dan
kesadaran masyarakat akan penyakit Tuberkulosis meningkat melalui penyuluhan sehingga apabila di temukan tanda dan gejala
TBC langsung memeriksakan diri ke tempat pusat pelayanan kesehatan.
2. Berdasarkat
kelompok umur dan jenis kelamin, penderita tertinggi terdapat pada kelompok
umur 21 – 30 tahun yang merupakan usia produktif. Dan sebagian besar di derita oleh laki-laki yang di sebabkan karena kebiasaan merokok, tingkat pendidikan,
pekerjaan, status gizi, keadaan ekonomi sosial, dan perilaku.
3. Berdasarkan
tempat, kelurahan Tanganapada merupakan tempat kejadian penyakit Tuberkulosis
tertinggi di banding kelurahan yang lain karena sebagian besar penderita yang
memeriksakan diri berasal dari tanganapada yang memiliki pengetahuan dan
kesadaran yang tinggi sehingga mereka mau memeriksakan diri ke puskesmas.
Sedangkan kelurahan lain ( wajo dan lamangga)
lebih memilih pengobatan ke dokter praktek.
2. Saran
1. Bagi
puskesmas
Kinerja puskesmas sudah sangat
baik, saran kami hanya lebih
meningkatkan lagi kinerjanya agar lebih baik lagi.
2. Bagi
masyarakat
Senantiasa menjaga kebersihan
agar terhindar dari penyakit Tuberkulosis.
DAFTAR
PUSTAKA
Natoatmodjo, Soekidjo.
2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.
Jakarta: Rineka Cipta.
WHO. WHO Recommended surveillance standards.
WHO/CDS/ISR/992/EN/en/
WHO, Tuberculosis
Morbidity in 1994, Weekly Epidemiological Record. Geneva, 1995.
http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/24/faktor-resiko-tbc.html
http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi-tb-di-indonesia/article
Tidak ada komentar:
Posting Komentar