BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Penggunaan
plastik sebagai kemasan makanan menyimpan bahaya yang mengancam kesehatan.
Selain sulit terurai, jika plastik digunakan untuk menyimpan makanan yang masih
panas, maka akan terjadi reaksi kimia antara plastik dengan makanan tersebut.
Hal ini berkaitan dengan hubungan antara suhu dan laju reaksi, yaitu semakin
tinggi suhu sistem maka laju reaksinya akan berjalan lebih cepat
Hampir
semua makanan yang dijual di masyarakat menggunakan kemasan berbahan plastik. Kemasan yang terbuat dari
plastik itu dipakai karena ringan, tidak mudah pecah, harganya murah, dan untuk
mendapatkannya sangat mudah. Tetapi di balik segi positifnya tersebut, ternyata
plastik memiliki potensi buruk bagi kesehatan masyarakat. Sayangnya, masih
banyak masyarakat yang kurang menyadari bahaya yang ditimbulkan penggunaan plastik
sebagai pembungkus makanan (Anonim, 2009).
Selain
itu, menurut para penjual makanan tersebut sejauh ini para pembeli tidak pernah
mempermasalahkan penggunaan kantong plastic sebagai pembungkus makanan, padahal
para pembeli tahu tentang bahayanya. Di sisi lain, isu-isu yang beredar di
masyarakat menimbulkan kontroversi. kemasan makanan yang digunakan berasal dari
plastik hasil daur ulang yang tidak terjamin mutunya. Dan disinyalir plastik dibuat dengan cara
yang tidak steril, karena ternyata bahan utamanya adalah plastik-plastik bekas
seperti bekas bungkus minuman dan makanan yang dikumpulkan oleh para pemulung.
Proses daur ulang plastik bekas tersebut melalui pemulung, pengepul, pencacah,
pabrik, dan selanjutnya dipakai oleh konsumen
(Dwi Aris, 2010).
Kekhawatiran terhadap penggunaan produk
produk plastik yang berhubungan langsung dengan makanan manusia menjadi
beralasan untuk diperhatikan, mengingat bahaya kandungan zat kimia pada produk
plastik yang apabila terkonsumsi oleh tubuh bisa menyebabkan kanker (Anonim,
2008).
Selain berbahaya bagi makanan,
penggunaan produk plastik seperti tas kresek, sedotan bagi kehidupan manusia
juga sangat merugikan. Karena kandungan dari bahan plastik tidak mudah di urai
oleh alam, atau butuh waktu selama 1000 tahun bagi alam untuk bisa mengurainya.
Sementara bagi manusia, penggunaanya menuntut lebih banyak produksinya
dibandingkan pemusnahannya. Setelah habis pakai, dengan mudah kita bisa
singkirkan dari hadapan kita bersama dengan sampah organik lainnya dalam tong
sampah (Sutrisno, 2006).
Plastik bisa menjadi bahan yang ramah
bagi lingkungan jika digunakan dengan tepat berdasarkan prinsip faktor-faktor
yang telah ditetapkan sebelumnya. Tapi, selain cara penggunaan dan durasi
penggunaan, pemilihan plastik yang tepat dan berkualitas juga tidak kalah
pentingnya. Dengan memadukan cara penggunaan dan pemilihan bahan yang tepat,
plastik bisa menjadi bahan yang ramah tanpa mengganggu kesehatan (Ikarowina
Tarigan, 2009).
Mengingat
resiko yang
ditimbulkan dari penggunaan bahan plastik sebagai kemasan, maka salah satu
solusi yang ditempuh adalah dengan mengetahui jenis-jenis plastik yang aman
digunakan dan dapat sesuai dengan kriteria atau standar kemasan plastik yang
telah ditetapkan oleh instansi pemerintah serta ramah bagi lingkungan.
Sacramento
Tarigan selaku Kepala Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Medan, menghimbau agar masyarakat tidak
menggunakan kantung plastik kresek berwarna untuk membungkus makanan
siap santap. Peringatan tersebut terkait dengan bahaya plastik kresek,
khususnya plastik berwarna hitam yang biasanya digunakan sebagai wadah gorengan
yang panas. Jenis kemasan makanan yang diteliti oleh BPOM pusat yakni kantong
plastik kresek, styrofoam, plastik polivinil klorida (PVC),
plastik polietilen (PE) dan polipropilen (PP) dinyatakan bahaya untuk
membungkus makanan siap santap.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa plastik tidak boleh digunakan sebagai
penyimpan makanan. Oleh karena masih banyak masyarakat khusunya ibu rumah
tangga belum menyadari bahwa plastik memiliki bahan-bahan berbahaya yang tidak
baik untuk kesehatan manusia. Untuk itu, penulis tertarik dan mengangkat penggunaan Plastik sebagai kemasan
Makanan dalam sebuah penelitian dengan Judul ‘’ Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu
Rumah Tangga terhadap penggunaan Plastik kemasan Makanan di Kelurahan Bukit Wolio Indah Kota
Baubau’’.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‘’Adakah Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan Plastik kemasan Makanan di Kelurahan Bukit Wolio Indah Kota
Baubau ?’’.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1.
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga terhadap penggunaan
Plastik kemasan Makanan di Kelurahan Bukit Wolio Indah Kota Baubau.
1.3.2.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Hubungan
Pengetahuan Ibu Rumah Tangga terhadap
penggunaan Plastik kemasan Makanan di Kelurahan Bukit Wolio Indah Kota Baubau
2. Untuk mengetahui Hubungan Sikap Ibu
Rumah Tangga terhadap penggunaan Plastik kemasan Makanan di Kelurahan Bukit
Wolio Indah Kota Baubau
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1.
Manfaat Teoritik
Menambah
Khasanah Ilmu kesehatan Masyarakat khususnya Kesehatan Lingkungan dan sebagai
bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya
1.4.2.
Manfaat Praktis
1. Sebagai masukan kepada masyarakat
akan bahaya plastic yang sering digunakan sebagai pembungkus makanan
2. Sebagai tambahan pengalaman dan wawasan
bagi peneliti tentang penggunaan plastic kemasaan makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Umum Plastik
2.1.1.
Pengertian Plastik
2.1.2.
Macam-macam Plastik
Standar ini telah dikembangkan oleh asosiasi industri
plastik di Amerika Serikat dengan melakukan pengkodean jenis plastik. Kode yang
mengacu standar AS ini biasanya ada di bagian bawah wadah plastik berupa
cetakan timbul bergambar panah yang membentuk segitiga dengan sebuah angka di
dalamnya. Angka ini menunjukkan jenis plastik dan penggunaannya.Di bawah panah
yang membentuk segitiga itu, kadang dicantumkan inisial kandungan kimianya.
Biasanya symbol ini terdapat pada bagian bawah botol kemasan (Neo Mujahid,
2009) yaitu sebagai berikut :
1. Polyethylene
Terephthalate (PET, PETE)
PET biasanya dipergunakan di botol minuman dan jenisnya
transparan, jernih/bening. Botol-botol dengan bahan ini direkomendasikan hanya
untuk sekali pakai. Karena bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk
menyimpan air hangat atau panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol
tersebut meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).
2. High Density
Polyethylene (HDPE)
Benda
dengan kode HDPE bentuknya berwarna putih susu dan digunakan untuk botol susu,
jus, air, kotak sereal, produk pencuci, galon air minum, kursi lipat, dan
lain-lain. HDPE merupakan salah satu bahan plastik yang aman untuk digunakan
karena kemampuan untuk mencegah reaksi kimia antara kemasan plastik berbahan
HDPE dengan makanan/minuman yang dikemasnya.
3. Vinyl (Polyvinyl
Chloride or PVC)
Bahan
ini paling susah untuk didaur ulang dan biasa digunakan untuk pipa, kontruksi
bangunan, plastik pembungkus (cling wrap), dan botol-botol. Bahan ini lebih
tahan terhadap bahan senyawa kimia, minyak, dll. Kandungan dari PVC yaitu DEHA
yang terdapat pada plastik pembungkus dapat bocor dan masuk ke makanan
berminyak bila dipanaskan. Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang
dikemas dengan plastik ini berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat
badan.
4. Low Density Polyethylene
(LDPE)
Benda
dengan kode LDPE biasa dipakai untuk tempat makanan dan botol-botol yang lembek
(madu, mustard). Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik
untuk tempat makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang
dikemas dengan bahan ini.
5. Polypropylene (PP)
Barang
dengan kode ini merupakan pilihan terbaik untuk bahan plastik terutama untuk
yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat menyimpan makanan,
botol minum, tempat obat dan botol minum untuk bayi. Cirinya biasa botol
transparan yang tidak jernih atau berawan. Cari simbol ini bila membeli barang
berbahan plastik.
6. Polystyrene (PS)
PS
biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai,
tempat CD, karton tempat telor, dll. Bahan Polystyrene bisa membocorkan bahan
styrine ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan. Bahan Styrine
berbahaya untuk otak mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada
masalah reproduksi, dan pertumbuhan dan sistem syaraf. Bahan ini dapat dikenali
dengan cara dibakar (cara terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar,
bahan ini akan mengeluarkan api berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga.
7. Lainnya
Barang dengan kode ini bisa didapatkan di tempat makanan dan
minuman seperti botol minum olahraga, botol susu, suku cadang mobil, alat-alat
rumah tangga, komputer, alat-alat elektronik, dan plastik kemasan.
Polycarbonate bisa mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam
makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon kromosom pada
ovarium, penurunan produksi sperma, dan mengubah fungsi imunitas. Hindari bahan
plastik Polycarbonate.
Kita harus bijak dalam menggunakan plastik, khususnya plastik
dengan kode 1, 3, 6, dan 7 (khususnya polycarbonate). yang seluruhnya memiliki
bahaya secara kimiawi. Ini tidak berarti bahwa plastik dengan kode yang lain
secara utuh aman, namun perlu dipelajari lebih jauh lagi. Maka, jika kita harus
menggunakan plastik, akan lebih aman bila menggunakan plastik dengan kode 2, 4,
5, dan 7 (kecuali polycarbonate) bila memungkinkan.
2.1.3.
Dampak Plastik Bagi Kesehatan
Menurut kajian
dari National Institute of Health (NIH), plastik yang mengandung bisphenol-A
sebagai bahan utamanya dapat mempengaruhi perkembangan otak pada janin dan
bayi yang baru lahir. Bahan ini mampu merangsang pertumbuhan sel kanker atau
memperbesar resiko keguguran kandungan.
Dalam plastik,
agar tidak bersifat kaku dan rapuh ditambahkan suatu bahan pelembut seperti
yang telah dipaparkan di atas. Namun, penggunaan bahan pelembut ini yang justru
dapat menimbulkan masalah kesehatan. Sebagai contoh, penggunaan bahan pelembut
seperti PCB sekarang sudah dilarang pemakaiannya karena dapat menimbulkan
kematian jaringan dan kanker pada manusia (karsinogenik). Di Jepang, keracunan
PCB menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai yusho. Tanda dan gejala
dari keracunan ini berupa pigmentasi pada kulit dan benjolan-benjolan, gangguan
pada perut, serta tangan dan kaki lemas. Sedangkan pada wanita hamil,
mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat.
Contoh lain
dari bahan pelembut yang dapat menimbulkan masalah adalah DEHA. Berdasarkan
penelitian di Amerika Serikat, plastik PVC yang menggunakan bahan pelembut DEHA
dapat mengkontaminasi makanan dengan mengeluarkan bahan pelembut ini ke dalam
makanan. Data di Amerika Serikat pada tahun 1998 menunjukkan bahwa DEHA dengan
konsentrasi tinggi (300 kali lebih tinggi dari batas maksimal DEHA yang ditetapkan
oleh FDA/ badan pengawas obat makanan AS) terdapat pada keju yang dibungkus
dengan plastik PVC (vhievhie, 2009).
DEHA mempunyai
aktivitas mirip dengan hormon estrogen (hormon kewanitaan pada manusia).
Berdasarkan hasil uji pada hewan, DEHA dapat merusakkan sistem peranakan dan
menghasilkan janin yang cacat, serta mengakibatkan kanker hati (vhievhie,
2009).
Meskipun dampak
DEHA pada manusia belum diketahui secara pasti, hasil penelitian yang dilakukan
pada hewan sudah sepantasnya membuat masyarakat berhati-hati. Berkaitan
dengan adanya kontaminasi DEHA pada makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan
Eropa telah membatasi ambang batas DEHA yang masih aman bila terkonsumsi, yaitu
18 bpj (bagian per sejuta). Lebih dari itu dianggap berbahaya untuk dikonsumsi.
Untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi jika setiap hari terkontaminasi
oleh DEHA, maka sebaiknya dicari alternatif pembungkus makanan lain yang tidak
mengandung bahan pelembut, seperti plastik yang terbuat dari polietilena atau
bahan alami, misalnya daun pisang dan daun jati (Akhmadi, 2009).
Bahaya lain
yang dapat mengancam kesehatan adalah pembakaran bahan yang terbuat dari
plastik. Seperti diketahui, plastik memiliki tekstur yang kuat dan tidak mudah
terdegradasi oleh mikroorganisme tanah. Oleh karena itu, seringkali plastik
dibakar untuk menghindari pencemaran terhadap tanah dan air di lingkungan (dari
sektor pertanian saja, plastik di dunia setiap tahun mencapai 100 juta ton.
Jika sampah plastik ini dibentangkan, maka dapat membungkus bumi sampai sepuluh
kali lipat). Namun, pembakaran plastik ini justru dapat mendatangkan masalah
tersendiri. Plastik yang dibakar akan mengeluarkan asap toksik yang apabila
dihirup dapat menyebabkan sperma menjadi tidak subur dan terjadi gangguan kesuburan.
Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA yang dapat mengganggu keseimbangan hormon
estrogen manusia. Selain itu, juga dapat mengakibatkan kerusakan kromosom dan
menyebabkan bayi-bayi lahir dalam kondisi cacat.
Pekerja-pekerja
wanita dalam industri getah, plastik dan tekstil seringkali mengalami kejadian
bayi mati dalam kandungan dan ukuran bayi yang kecil. Kajian terhadap 2,096
orang ibu dan 3,170 orang bapak di Malaysia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa
80% wanita menghadapi bahaya kematian anak dalam kandungan jika bekerja di
industri getah dan plastik dan 90% wanita yang suaminya bekerja di industri
pewarna tekstil, plastik dan formaldehida.
Selain itu, yang perlu diwaspadai
dari penggunaan plastik dalam industri makanan adalah kontaminasi zat warna
plastik dalam makanan. Contohnya adalah penggunaan kantong plastik hitam (kresek)
untuk membungkus makanan seperti gorengan dan lain-lain. Menurut Made Arcana,
ahli kimia dari Institut Teknologi Bandung yang dikutip Gatra edisi Juli 2003,
zat pewarna hitam ini kalau terkena panas (misalnya berasal dari gorengan),
bisa terurai, terdegradasi menjadi bentuk radikal. Zat racun itu bisa bereaksi
dengan cepat, seperti oksigen dan makanan. Kalaupun tidak beracun, senyawa tadi
bisa berubah jadi racun bila terkena panas. Bentuk radikal ini karena memiliki
satu elektron tidak berpasangan menjadi sangat reaktif dan tidak stabil
sehingga dapat berbahaya bagi kesehatan terutama dapat menyebabkan sel tubuh
berkembang tidak terkontrol seperti pada penyakit kanker. Namun, belum dapat
dipastikan munculnya kanker ini disebabkan kantong plastik yang beracun atau
karena faktor dari makanan itu sendiri. Hal ini perlu dibuktikan, karena banyak
faktor yang menentukan terjadinya kanker, misalnya kekerapan orang mengonsumsi
makanan yang tercemar, sistem kekebalan, faktor genetik, kualitas plastik, dan
makanan. Apabila terakumulasi, bisa menimbulkan kanker.
Styrofoam yang sering digunakan orang untuk
membungkus makanan atau untuk kebutuhan lain juga dapat menimbulkan masalah.
Menurut Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra, ahli biokimia Departemen Biokimia
FMIPA-IPB, hasil survei di AS pada tahun 1986 menunjukkan bahwa 100% jaringan
lemak orang Amerika mengandung styrene yang berasal dari styrofoam (Iqmal
Tahir, 2009). Penelitian dua tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene
sudah mencapai ambang batas yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf.
Penelitian di New Jersey lebih mengkhawatirkan lagi ditemukan 75% ASI (air susu
ibu) terkontaminasi styrene. Hal ini terjadi akibat si ibu menggunakan wadah
styrofoam saat mengonsumsi makanan. Penelitian yang sama juga
menyebutkan bahwa styrene bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada
ibu-ibu yang sedang mengandung. Dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan
penumpukan styrene dalam tubuh. Akibatnya bisa muncul gejala saraf,
seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur, dan anemia.
Selain
menyebabkan kanker, sistem reproduksi seseorang bisa terganggu. Berdasarkan
hasil penelitian, styrofoam bisa menyebabkan kemandulan atau menurunkan
kesuburan. Anak yang terbiasa mengonsumsi makanan yang dibungkus styrene
juga bisa kehilangan kreativitas dan pasif. Mainan anak yang terbuat dari
plastik yang diberi zat tambahan ftalat agar mainan menjadi lentur juga
dapat menimbulkan masalah. Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan para pakar
kesehatan di Uni Eropa menyebutkan bahwa bahan kimia ftalat banyak
menyebabkan infeksi hati dan ginjal. Oleh karena itu, Komisi Eropa melarang
penggunaan ftalat untuk bahan pembuatan mainan anak.
2.1.4.
Dampak Plastik Bagi Lingkungan
Seiring dengan
perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun
1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama
polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun
1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi
peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat
pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah
plastikpun tidak terelakkan.
Menurut Hartono
(1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah
tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga.
Di Jabotabek
rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya.
Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki
plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak
dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya
menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Plastik juga merupakan
bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang cukup
berbahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah sulit untuk
diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri
membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh
karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun
konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan
tertentu.
Sedangkan di
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di Indonesia, penggunaan
bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal
apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan
menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan
demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat
terbuang percuma setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika
kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan
saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu
bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang
begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan
terkumpul 90×125 juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan.
Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat
menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun
fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa
kantung plastik kemana-mana.
Fakta tentang
bahan pembuat plastik, (umumnya polimer polivinil) terbuat dari polychlorinated
biphenyl (PCB) yang mempunyai struktur mirip DDT. Serta kantong plastik
yang sulit untuk diurai oleh tanah hingga membutuhkan waktu antara 100 hingga
500 tahun. Akan memberikan akibat antara lain:
a. Tercemarnya tanah, air tanah dan
makhluk bawah tanah.
b. Racun-racun dari partikel plastik
yang masuk ke dalam tanah akan membunuh hewan-hewan pengurai di dalam tanah
seperti cacing.
c. PCB yang tidak dapat terurai
meskipun termakan oleh binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai
sesuai urutan rantai makanan.
d. Kantong plastik akan mengganggu
jalur air yang teresap ke dalam tanah.
e. Menurunkan kesuburan tanah karena
plastik juga menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah dan ruang gerak makhluk
bawah tanah yang mampu meyuburkan tanah.
f. Kantong plastik yang sukar diurai,
mempunyai umur panjang, dan ringan akan mudah diterbangkan angin hingga ke laut
sekalipun.
g. Hewan-hewan dapat terjerat dalam
tumpukan plastic.
h. Hewan-hewan laut seperti
lumba-lumba, penyu laut, dan anjing laut menganggap
kantong-kantong plastik tersebut makanan dan akhirnya mati karena tidak dapat
mencernanya.
i. Ketika hewan mati, kantong plastik
yang berada di dalam tubuhnya tetap tidak akan hancur menjadi bangkai dan dapat
meracuni hewan lainnya.
j. Pembuangan sampah plastik
sembarangan di sungai-sungai akan mengakibatkan pendangkalan sungai dan
penyumbatan aliran sungai yang menyebabkan banjir.
2.1.5.
Cara Pencegahan
1. Jangan menggunakan wadah plastik
untuk kopi. Suhu tinggi dapat memudahkan perpindahan bahan kimia dari
plastik kedalam makanan. Bahan kimia dapat larut dengan mudah dalam cairan
panas (kopi / teh panas) dan minuman yang mengandung alkohol dan makanan
atau minuman yang asam atau banyak mengandung minyak.
2. Pilihlah wadah kaca atau gelas
karena pada umumnya tidak mudah terpengaruh oleh suhu Atau pilihlah karton daripada plastik.
3. Jika gelas menggunakan tutup
plastik, hindari kontak dari tutup plastik tersebut dengan makanan atau
minuman, setidaknya saat masih hangat.
4. Batasi penggunaan non-stick cookware
/ anti lengket (beberapa bahan pelapis dari peralatan ini ada yang dilarang untuk
digunakan), Lebih baik menggunakan panci baja, tanah liat, porselen atau
kaca bening untuk memasak.
5. Hindari makanan yang terlalu
berlemak yang dibungkus dengan plastik, misalnya keju, mentega, daging.
6. Berhati-hatilah terhadap
kemasan-kemasan, kaleng logam misalnya, yang dilapisi plastik untuk
wadah makanan berlemak.
7. Jika Anda punya bayi, lebih baik
memilih botol kaca.
Tetapi jika Anda tidak bisa menghindari penggunaan wadah plastik karena alasan tertentu, setidaknya anda harus memastikan bahwa anda menemukan nomor kode atau tanda pada kemasan plastik tersebut, dan tentu saja Anda harus memilih kode yang dianggap lebih aman.
Tetapi jika Anda tidak bisa menghindari penggunaan wadah plastik karena alasan tertentu, setidaknya anda harus memastikan bahwa anda menemukan nomor kode atau tanda pada kemasan plastik tersebut, dan tentu saja Anda harus memilih kode yang dianggap lebih aman.
8. Hindari untuk penggunaan
peralatan plastik untuk makanan panas.
9. Jangan pernah membungkus minuman
yang sangat panas, seperti kopi atau teh dalam gelas atau wadah plastik.
10. Jangan menyimpan cairan yang sangat
asam atau minyak dalam botol plastik.
11. Jangan menggunakan wadah plastik
yang dirancang khusus untuk wadah makanan tertentu untuk menyimpan
makanan atau minuman lain, misalnya botol air kemasan untuk minyak.
12. Jangan menyimpan makanan dalam wadah
plastik pada saat masih panas. Biarkan dingin terlebih dahulu.
13. Sebaiknya patuhi aturan yang
mengatakan bahwa botol air plastik yang aman adalah yang hanya digunakan satu
kali saja. Jangan menggunakannya untuk wadah air atau cairan lainnya berulang
kali!
14. Jangan menggunakan gelas dan piring
plastik yang dirancang untuk penggunaan tunggal berkali-kali.
15. Bacalah petunjuk pada kemasan
makanan (misalnya : hindari botol air terkena suhu tinggi) dan ikutilah
petunjuk ini dengan baik.
16. Jika anda makan makanan berlemak
yang dikemas dalam wadah plastik, iris tipis dan buang seluruh permukaan
makanan yang terkena permukaan plastik.
17. Jangan pernah mencuci piring plastik
dalam mesin cuci piring. Cucilah hanya dengan tangan, jangan menggosok terlalu
keras dan jangan menggunakan pembersih yang keras.
18. Pastikan untuk membuang setiap wadah
plastik yang rusak atau memiliki goresan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar